Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Empat Indikasi Seorang Ahli Dzikir



Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, menjelaskan kondisi orang-orang beriman:

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَ لَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ ۗ 

"Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berdzikir kepada Allahm Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah hati akan menjadi tenteram". (QS. Ar-Ra'd: 28)

Syaikh Abdurahman bin Nasir bin Abdillah As-Sady rahimahullah berkata: "Berikutnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebut tanda-tanda orang-orang beriman:

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ

"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berdzikir kepada Allah". Yakni kegundahan dan gelisahnya hati, terhapus dengan kebahagiaan dan kenikmatan.

 اَ لَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ

"Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah hati menjadi tenteram". Yakni, seharusnya dan semestinya hati itu tidak mungkin menjadi tenang dengan sesuatu selain Allah. Karena tidak ada satu pun di dunia yang lebih nikmat, lebih memikat dan lebih manis bagi hati melebihi ketika seorang hamba mencintai Rabb-Nya, berdekatan dan mengenali-Nya (sampai ucapan beliau).

Atas dasar inilah, maka mendapatkan ketenangan hati (di peroleh) dengan dzikrullah, yakni ketika seorang menghayati Al-Quran (sebagai bimbingan), kemudian di barengi memahami konsekuensi hukum-hukumnya. Sebab dengan semua itu akan membimbingnya kepada kebenaran yang nyata dan di dukung dalil dan hujjah. Demikianlah hati akan tentram. Sungguh, hati tidak akan tentram, kecuali dengan sebuah keyakinan dan ilmu". (Taisir Karimir Rahman surah 13/28)

Lihatlah diri kita, saya, kami, dan Anda. Apakah ingatan dan ketergantungan itu kepada Allah, atau selain-Nya ? Allah memuji hamba-hamba-Nya yang senantiasa ingat dan berdzikir kepada-Nya. 

Allah ingatkan dalam hadits Qudsi. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari Rabb-Nya:

و أنا معه إذا ذكرني ، فإن ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي ، و إن ذكرني في ملأ ذكرته في ملأ خيراً منه و ان أتاني يمشي اتيته هرولة

"Dan Aku (Allah) bersamanya jika ia (hamba) mengingat-Ku. Bila ia mengingat-Ku di dalam dirinya, Aku Mengingatnya dalam diri-Ku. Bila ia mengingat-Ku di kumpulan yang banyak, maka Aku mengingatnya di kumpulan yang lebih baik darinya. Dan (sekiranya) hamba-Ku datang pada-Ku dengan berjalan, Aku datang padanya dengan berlari". [HR. Mutafaq 'alahi]

Sudahkah kita menjadi hamba yang selalu ingat kepada-Nya, yang ingatan kita melebihi kisah yang di sampaikan imam Ibnu Jauzy dalam Dzamul Hawwa, tentang Qais bin Muadz Al-Uqaily dan Laila bintu Mahdy dalam kisah Laila Majnun ?

Tentang kekasih yang begitu rindu dengan kekasihnya dan menganggap malam begitu panjang, karena perpisahan seorang kekasih dengan kekasihnya. Jiwanya terasa tergadai dengan perpisahan yang menyakitkan, hatinya bergemuruh dengan kesedihan karena jauhnya jarak dan dinding pemisah dan perasaan hilang dan baru sembuh saat memandang kekasihnya yang telah lama meninggalkannya.

Lalu bagaimana bila yang terpisah adalah seorang hamba dengan Rabbnya ? Dan kata hamba itu termasuk kita di dalamnya ?

Sudah berapa barid (pos) jauhnya jarak itu antara kita dan Allah ? Atau adakah laut dosa yang menjadi penghalang ? Adakah kekasih yang meninggalkan orang yang ia klaim sebagai kekasihnya ? Atau tahapan kita dalam dzikir dan cinta, sebagaimana penjelasan Ibnul Qayyim dalam Raudhatul Muhibbin, dimana beliau membagi-bagi tingkatan cinta dan ingatan pada kekasih.

Wahai saudaraku, wujudkan dzikir dalam segala aktifitas kita, karena sesungguhnya ahli dzikir adalah mereka yang bila terjerembab pada satu kelalaian atau dosa ia segera sadar dan ingat. Inilah seruan Rabb kita di surah Al-A'raf ayat yang ke-201.

Imam Ibnul Qayyim dalam kitab beliau yang lain: Ada empat tempat yang akan menguji seorang hamba akan cinta dan ketergantungannya pada Rabbnya:

1. Ketika ia akan ke peraduan, ketika selesai dari aktifitas aktifitas.
2. Ketika bangun dari tempat tidur, ketika ia akan mengawali aktifitas.
3. Ketika ia shalat.
4. Ketika tertipa satu musibah. (Lihat selengkapnya dalam Thariqu Hijratain 1/306)

Bila anda wahai saudaraku termasuk kami di dalamnya. Bila di empat kondisi ini malah mengingat selain-Nya, maka di kondisi selainnya tentu kita lebih lalai dari berdzikir kepada Allah. Mari kita periksa jiwa ini, sudahkan kita termasuk ahli dzikir yang menyerahkan cinta, tawakkal dan juga ketergantungan serta ingatan hanya kepada Allah Ta'ala atau kita termasuk orang yang lalai ? Setiap jiwa lebih tau akan kondisi dirinya.

Oleh Ustadz Abu Abd rahman bin Muhammad Suud Al-Atsary hafidzhahullah

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

_____
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

Group WhatsApp: wa.me/62895383230460

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Empat Indikasi Seorang Ahli Dzikir"