Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Koreksi Atas Pernyataan Adi Hidayat Terkait Masalah Takdir








Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah

Mohon Dibaca dengan bijak dan tidak ditanggapi dengan fanatisme, namun lebih melihat pada hujjah dan dalil tanpa bermaksud menjatuhkan pribadi Ustadz Adi Hidayat hafidzhahullah wa hadaahullah.

Perhatikan perkataan Ustadz Adi Hidayat hafidzhahullah wa hadaahullah dalam salah satu ceramahnya yang terdapat di Youtube, berkata: "Takdir itu adalah ketetapan Allah yang ditetapkan berdasarkan ikhtiar makhluk. Kita ikhtiar dulu, barulah Allah menetapkan. Jadi bukan seketika Allah tetapkan". (Video di Youtube berjudul Perbedaan Takdir Dan Qodarullah, sekitar menit 1:20)

Beliaupun berkata: "Taqdir itu pilihan hidup yang pilihan kita itu kemudian ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala". (Lihat ceramah beliau di Youtube dalam judul Memahami Takdir Allah Dengan Benar)

Makanya saat beliau ditanya "Apakah orang kafir itu sudah takdir Allah?" Beliau menjawab -setelah menyampaikan beberapa kalimat- diantaranya: "Yang seperti ini, seperti aliran qodariyah. Semua terserah Allah. Semua terserah Allah. Bahkan tidak mungkin saya bersin kecuali Allah berkehendak. Tidak mungkin saya minum kecuali Allah berkehendak. Tapi kesimpulannya salah. Anda harus bedakan antara Qodar dengan Takdir. Kehendak Allah yang tidak ada invervensi kita di dalamnya itu disebut Qodar". (Video beliau di Youtube dengan judul Perbedaan Takdir dan Qidarullah, sekitar menit 1:20)

Catatan, kemungkinan Ustadz Adi Hidayat salah menyebut, faham tersebut yang benar bukan Qodariyah tapi Jabariyah. Demikian sedikit koreksi awal.

Penjelasan kerancuan Ustadz Adi Hidayat, kerancuan terparah, jika merangkum ungkapan Ustadz Adi Hidayat di atas berpendapat bahwa takdir itu "Manusia memilih apa yang ingin lakukan, barulah Allah mentakdirkannya".

Apa artinya? Artinya Allah sebelumnya tidak menetapkan takdir apapun sampai si hamba itu sendiri yang memilihnya. Bahkan dengan demikian Allah belum tahu apa pilihan hambanya sampai hamba itu telah menjatuhkan pilihannya.

Hal ini dibuktikan ketika beliau ditanya "Apakah orang kafir itu sudah takdir Allah?"

Maka, beliau justru menganggap keyakinan itu (keyakinan bahwa kafir atau imannya seseorang sudah ditakdirkan Allah Ta'ala sebagai pemahaman Qodariyah (serba takdir -pent). (Sekali lagi kemungkinan beliau salah menyebutkan, sebab keyakinan tersebut disebut sebagai pemahaman Jabariyah -pent).

Berarti Allah tidak mengetahui si fulan apakah akan kafir atau islam sampai si fulan itu memilih dulu iman atau kafir. Innaa lillaahi wa innaa ilahi raaji’uun.

Komentar ana tidak diragukan lagi bahwa pemahaman ini amat berbahaya dan sangat merusak Aqidah. Bagaimana mungkin akan dikatakan seseorang itu kafir atau islam pilihan manusia itu sendiri dan bukan ketetapan Allah dan Allah baru menakdirkan setelah hamba-Nya itu yang memilih. Yang artinya sebelum hamba-Nya memilih iman atau kafir, maka bukan saja Allah tidak menakdirkannya, tapi juga belum mengetahui pilihan hamba-Nya. Perhatikan hal ini.

Subhaanallah, jika anggapan Ustadz Adi Hidayat hafidzhahullah wa hadaahullah tersebut demikian dan menganggap itu keyakinan benar, maka bagaimanakah ayat berikut:

يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ

"Dia (Allah) menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya". (QS. Fathir: 8)

Tolong jawab, kekafiran itu termasuk kesesatan bukan? dan islam itu termasuk petunjuk bukan? Sebenarnya tidak usah dijawab dengan lisan bahwa kekafiran itu puncaknya kesesatan dan islam/iman itu puncaknya hidayah.

Jika sudah difahami hal ini, maka tolong jawab, berdasarkan ayat di atas siapa yang menetapkan kesesatan atau hidayah atas hamba? Pilihan hamba sendiri? Bukan takdir?

Tolong nih baca sekali lagi ayatnya biar jelas.

يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ

"Dia (Allah) menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya". (QS. Fathir: 8)

Bukankah jelas tanpa ada kesamaran lagi bahwa yang menetapkan kesesatan -termasuk kekafiran- dan hidayah -termasuk islam- hanyalah Allah, bukan semata-mata pilihan hamba itu sendiri tetapi dikembalikan pada "مَنْ يَشَاءُ" (siapa yang "dikehendaki" Allah). Lantas bagaimana akan dikatakan Allah tidak ikut-ikutan dan seakan tidak tahu menahu seseorang kafir atau iman sampai hamba itu memilih sendiri. Allahul Musta’aan.

Tolong ulangi, baca dan pahami ayat itu berkali-kali. Masih belum yakin? Nih baca pelan-pelan ayat berikut.

وَما كانَ لِنَفْسٍ أَنْ تُؤْمِنَ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ

"Dan tidaklah seorang pun akan beriman kecuali dengan seizin Allah". (QS. Yunus: 100)

Ayat di atas tegas menunjukkan bahwa orang yang memilih iman itu sama sekali tak akan bisa kecuali atas dasar izin dan takdir Allah, tak bisa hanya semata keinginannya sendiri. Bagaimana lalu akan dikatakan sebagaimana yang dikatakan Ustdaz Adi Hidayat -semoga Allah menjaganya dan menunjukinya- bahwa Iman atau kafirnya seseorang itu semata-mata pilihan hamba dan bukan ketetapan Allah tidak berkorelasi dengan takdir-Nya.

Bahkan pada ayat sebelumnya, saat Allah Ta’ala melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat sedih karena masih banyak orang yang tak mau beriman, maka Allah Ta’ala segera menghibur dan mengingatkan Nabi kita dengan Firman-Nya:

وَلَوْ شاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعاً

"Dan jikalau tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya." (QS. Yunus: 99)

Bukankah ayat di atas tegas menunjukkan keimanan makhluk itu dihubungkan dengan kehendak Allah. Artinya Allah kalau berkehendak agar makhluk-Nya beriman semua, maka dia bisa dan pasti akan dilakukannya. Mengapa? karena semua berjalan atas kehendak/takdirnya bukan sekehendak makhluk-Nya semata.

Tetapi karena takdir kauniyah-Nya menetapkan harus ada yang kafir, maka sebagian manusia jadilah kafir dan itu berdasarkan kehendak-Nya juga. (Irodah kauniyyah. Insya Allah suatu waktu kita mesti membedah pengertian antara Irodah Kauniyyah dan Irodah syar’iyyah agar antum tidak salah memahaminya).

Karena itulah pada sambungan ayat di atas lalu Allah Ta'ala berfirman:

أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ

"Maka, apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang yang beriman semuanya". (QS. Yunus: 99)

Walaupun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghendaki umatnya beriman seluruhnya, tetapi kehendak kauniyah Allah menetapkan harus ada yang kafir, maka kehendak Allah juga yang terjadi. Lantas bagaimana akan dikatakan kekafiran itu diluar kehendak (kauniyah) dan takdir Allah.

Sekarang perhatikan hadits berikut:

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

"Allah telah menulis takdir seluruh makhluk 50.000 tahun sebelum (Allah) menciptakan lagit dan bumi". [HSR. Muslim no. 2653]

Hadits shahih di atas telah menegaskan bahwa takdir seluruh makhluk telah ditetapkan bahkan sebelum 50.000 tahun Allah menciptakan langit dan bumi.

Tolong Jawab dengan mencermati hadits di atas apakah yang dimaksud ditetapkannya takdir atas semua makhluknya itu mencakup juga takdir akan jadi muslim atau jadi kafir  ataukah perkara itu tidak termasuk yang ditakdirkan. Ini mencakup juga takdir, bagaimana najti makhluk yang akan diciptakannya itu akan beriman atau kafir. Dan ini semua telah tercatat dalam lahuil mahfuzh.

Bahkan dalam hadits lain yang cukup panjang disebutkan, saat janin berumur 120 hari dalam kandungan ibunya:

ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ، أَوْ سَعِيدٌ

"Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan agar malaikta tersebut menulis empat perkara yakni, rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya". [HSR. Bukhari no. 3207 dan Muslim no. 2643]

Coba konsentrasikan pada no.4 yang ditetapkan Allah tersebut. Apa itu bahagia dan celakanya, iman, kafirnya. Itu semua takdir dan bukan semata-mata pilihan manusia.

Maka, bagaimana akan dikatakan seakan Allah belum tahu apakah nanti hamba-Nya ini akan beriman atau kafir dan baru Allah tahu kalau hamba-Nya sudah memilih. Demi Allah alangkah kufurnya menganggap seakan Allah tak tahu sebelum terjadinya dan baru tahu setelah si hamba itu memilih pilihannya. Ini bisa berakibat kekufuran. Ini adalah faham Qodariyah yanh dikufurkan para Ulama. Na’uudzu billaahi min dzaalik.

Demi Allah anggapan Allah tak tahu apa pilihan hamba itu dan makanya Allah tak menakdirkannya sampai pilihan hamba itu kelihatan,  ini bisa berdampak kekufuran yang nyata dan termaaum pemahaman Qodariyah.

Para Ulama salaf sangat mengingkari faham ini (Qodariyah) dan bahkan mereka menetapkan kekufuran jika sampai beranggapan ada perkara yang Allah tak tahu kecuali setelah terjadinya atau ada sesuatu yang di muka bumi ini bisa berjalan tanpa kehendak dan takdirnya.

Cukup kesempatan kali ini ana sebutkan satu pernyataan Imam Ahmad rahimahullah atas masalah ini dalam kisah yang diceritakan oleh anaknya yang bernama Abu Bakr rahimahullah berikut:

سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، يَقُولُ

"Aku (Abu Bakr rahimahullah, anaknya Imam Ahmad rahimahullah -pent) mendengar Abu ‘Abdillah (Ahmad bin Hanbal rahimahullah) berkata:

إِذَا جَحَدَ الْعِلْمَ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لا يَعْلَمُ الشَّيْءَ حَتَّى يَكُونَ، اسْتُتِيبَ، فَإِنْ تَابَ وَإِلا قُتِلَ

Andai ada seseorang yang mengingkari ilmu (Allah) dengan menyatakan: "Sesungguhnya Allah tidak mengetahui sesuatu kecuali setelah terjadinya. Maka, ia diminta untuk bertaubat, jika ia mau bertaubat maka diterima taubatnya, namun jika ia tetap tidak mau bertaubat, maka ia harus dihukum bunuh". [As Sunnah karya al Khollal rahimahullah no.869]

Dan ini juga pendapat Ulama Ahlus Sunnah lainnya. Perhatikan kisah berikut untuk menguatkan kisah di atas, dari Suhail bin Malik rahimahullah mengisahkan:

كُنْتُ أَسِيرُ مَعَ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ، فَقَالَ: مَا رَأْيُكَ فِي هَؤُلَاءِ الْقَدَرِيَّةِ ؟ فَقُلْتُ: رَأْيِي أَنْ تَسْتَتِيبَهُمْ فَإِنْ تَابُوا وَإِلَّا عَرَضْتَهُمْ عَلَى السَّيْفِ، فَقَالَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَذَلِكَ رَأْيِي قَالَ مَالِك: وَذَلِكَ رَأْيِي

Aku pernah berjalan bersama Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, lantas beliau bertanya: "Apa pendapatmu tentang para penganut Qodariyah. Maka, Aku menjawab: "Menurutku, anda mesti meminta mereka agar mereka bertaubat, jika mereka mau bertaubat, maka dapat diterima, tetapi kalau mereka enggan bertaubat maka bunuh mereka dengan pedang. Umar bin Abdul Aziz rahimahullah menanggapi: "Itu juga merupakan pendaptku." Malik bin Anas rahimahullah ikut menimpali: "Dan ini juga pendapatku". [As Sunnah no.876, Sanad kisah ini Shahih]

Sebenarnya masih puluhan dalil yang dapat ana kemukakan untuk memperjelas masalah ini, namun mengingat waktu dan takut bertele-tele maka ana sementara cukupkan sampai di sini dulu.

_____
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

Group WhatsApp: wa.me/62895383230460

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

4 komentar untuk "Koreksi Atas Pernyataan Adi Hidayat Terkait Masalah Takdir"

  1. Kenapa tidak langsung diskusi sama ustadz Adi nya ya..
    Malahan menyebarkan kesalahan orang klw memang salah bukan kah sama sj dengan menebar aib

    BalasHapus
  2. saya sering dengar kajian beliau (ust adi hidayat), saya fikir bukan seperti yang ustadz jabarkan. saya tidak tau apakah ustadz juga selalu mengikuti kajian beliau atau hanya mendengar sebagian dari kajian beliau. saya setuju dengan ustadz, pemahaman yang salah bisa menyesatkan.. tapi mengoreksi orang lain tanpa mengetahui keseluruhan, saya fikir itu juga tidak baik. karena apa yang disampaikan bisa berbeda dengan yang didengarkan, apalagi jika hanya sepotong...

    BalasHapus
  3. Menurut saya, coba anda berdiskusi sama ustad Adi Hidayat dengan begitu keterangan yang dituturkan oleh ustad Adi Hidayat dapat disampaikan jelas.

    BalasHapus
  4. menanggapi hal ini smua manusia tidak akan terlepas dari kesalahan dan lupa kemudian yg harus kita perhatikan ust adi hidayat menyampaikan hal itu supaya tidak menyimpang kedangkalan dari setiap orang yg awam, karna ada banyak kemungkinan yg di khawatirkan ketika ust adi hidayat menyampaikam bahwa seorang kafir adalah takdir maka dari kalangan orang awam pasti akan berfikir ketika salah satu dari orng awam tersebut mendengar ceramah ustd adi hidayat bahwa kafir termasuk takdir maka seakan akan orang awam tersebut akan berhujjah atau beralasan berarti sesuatu hal yg buruk seperti maksiat mencuri atau kafir itu adalah takdir kesanya itu menyalahkam tuhan nah makanya ustd adi hidayat menyampaikan pernyataan itu sesuai kapasitas orang awam supaya terhindar dari kedangkalan pemikiran seperti itu, pada hakikatnya setiap manusia itu sepakat kita harus mengimani takdir yg buruk dan baik, dan yg harus kita garis bawahi, sesuatu yg terjadi hal buruk kepada kita itu datangnya dari diri kita sendiri dan sesuatu yg baik datangnya dari allah , allah menciptakan sesuatu yg buruk bukan berarti memberikan prilaku yg buruk melainkan QS al mulk ayat 3 artinya allah yg menciptakan mati dan hidup dan allah juga ingin menguji siapa diantara mereka yg paling balik dlam beramalnyaa , jadi diadakanya sesuatu yg buruk itu hakikatnyap dalam bentuk ujian yg baik dalam berarti manusia diberikan akal untuk menmpuh jalan yg benar, tpi kenapa banyak orang yg salah jalan? itu karna mereka sudah takdir dia salah milih jalan ini kalo di kaitkan kedalam hakikat kalo menurut syariat salah dia sendiri knapa salah jalan! jadi kita tidak boleh mengaitkan suatu hal yg buruk kepada takdir walaupun baik dan buruk termasuk takdir karna nantinya orang orang kebiasaan berhujjah seperti itu ajaram dari siapa tuh kata dia dari ustd ini lah itu lah nah makanya ini tidak di harapkan

    BalasHapus

Berkomentarlah dengan bijak