Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengeraskan Dzikir Setelah Shalat






Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah

Allah Ta’ala berfirman:

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ

"Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang". (QS. Al-A'raf: 205)

Berkata Imam Syafi’i rahimahullah:

وَأَخْتَارُ لِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُومِ أَنْ يَذْكُرَا اللَّهَ بَعْدَ الِانْصِرَافِ مِنْ الصَّلَاةِ وَيُخْفِيَانِ الذِّكْرَ إلَّا أَنْ يَكُونَ إمَامًا يَجِبُ أَنْ يُتَعَلَّمَ مِنْهُ فَيَجْهَرَ حَتَّى يَرَى أَنَّهُ قَدْ تُعُلِّمَ مِنْهُ، ثُمَّ يُسِرُّ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ: وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا الإسراء: 110 يَعْنِي وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ الدُّعَاءَ وَلَا تَجْهَرْ تَرْفَعْ وَلَا تُخَافِتْ حَتَّى لَا تُسْمِعَ نَفْسَك

“Pendapat yang aku pilih bagi imam dan makmum setelah selesai dari shalat adalah hendaklah berdzikir kepada Allah, mereka semua dengan suara yang pelan kecuali bagi imam yang (sementara waktu) mengajarkan, maka ia (boleh) mengeraskan bacaan dzikirnya. Tetapi bila sang imam merasa telah cukup mengajarkan kepada makmumnya sang imam kembali melirihkan bacaan dzikir setelah shalat tersebut, karena Allah Azza wa Jalla berfirman: "Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula terlalu merendahkannya". (QS. Al-Isra': 110). Maksud ayat tersebut adalah Wallahu Ta’ala A’lam adalah doa/dzikir, jangan kamu mengeraskan dan mengangkat suara dan jangan pula terlalu lirih, sampai engkau sendiri tidak mendengarnya". (Al Umm I:150)

Perkataan Imam Syafi’i rahimahullah yang menafsirkan shalat pada ayat di atas dengan doa, diperkuat dengan hadits berikut:

عَنْ عَائِشَةَ (وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا) أُنْزِلَتْ فِى الدُّعَاءِ

Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, terkait firman Allah (QS. Al-Isra’: 110 yang dibawakan oleh Imam Syafi’i rahimahullah di atas -pent): "Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula terlalu merendahkannya. Ayat ini turun terkait dengan masalah doa". [HR. Bukhari no.6327]

Imam Nawawi rahimahullah -sebagai salah satu pembesar Madzhab Syafi’i-, saat mengomentari perkataan Imam Syafi’i rahimahullah di atas lalu mempertegasnya dengan berkata, juga menandaskan:

وَهَكَذَا قَالَ أَصْحَابُنَا إنَّ الذِّكْرَ وَالدُّعَاءَ بَعْدَ الصَّلَاةِ يُسْتَحَبُّ أَنْ يُسَرَّ بِهِمَا إلَّا أَنْ يَكُونَ إمَامًا يُرِيدُ تَعْلِيمَ النَّاسِ فَيَجْهَرَ لِيَتَعَلَّمُوا فَإِذَا تَعَلَّمُوا وَكَانُوا عَالِمِينَ أَسَرَّهُ

"Demikian pendapat teman kami (dari kalangan Madzhab Syafi’i), bahwa dzikir dan doa setelah salam disunnahkan dibaca dengan lirih, kecuali ia seorang Imam shalat yang hendak mengajarkan kepada orang-orang, maka ia mengeraskan suaranya untuk mengajari mereka, jika mereka sudah belajar dan sudah bisa, maka sang Imam (kembali) melirihkannya". (Al Majmu’ Syarah al Muhadzab III:487)

Kemudian Imam Nawawi rahimahullah memperkuatnya dengan membawakan hadits yang isinya di saat para Shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucap dzikir tahlil dan takbir saat naik ke bukit dengan menegeraskan suara, maka segera Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إنَّهُ مَعَكُمْ سَمِيعٌ قَرِيبٌ

"Wahai manusia kasihanilah diri kalian, kalian tidak sedang berdoa dengan dzat yang tulumi dan ghaib, Dia bersama kalian, Maha Mendengar dan teramat dekat". [HR. Bukhari no.2992 dan Muslim no.2704]

Atas dasar ini dapat diketahui bahwa hukum asal dzikir itu adalah tidak dikeraskan, kecuali ditempat-tempat yang memang dikecualikan oleh nash yang shahih.

Karena itu termasuk dibenci mengeraskan dzikir setelah shalat, bukan saja merupakan pendapat Imam Syaf’i rahimahullah dan Madzhabnya, tetapi ini juga pendapat dari Madzhab Maliki al Madkhol II:276, Sebagian Ulama Madzhab Hanafi Hasyiah Ibnu ‘Abidin I:666. Bahkan ini juga pendapat mayoritas Ulama, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Rajab al Hanbali rahimahullah dalam Fathul Bari-nya V:235, serta dikukuhkan juga kuatnya pendapat ini oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Silsilah al Huda wan Nuur, pada kaset ke: 428.

Pertanyaannya, yang aneh, pas dalam hal ini pendapat Imam Syafi’i rahimahullah sangat jelas kebenarannya dan didukung mayoritas Ulama, kok mereka yang mengaku bermadzhab Syaf’i kebanyakan tidak mengikuti ini. Biasanya mereka paling ngotot mendakwakan dirinya bermadzhab Syafi’i.

Lebih-lebih kalangan shufi, mereka jika berdzikir sampai berteriak-teriak histeris persis seperti orang yang habis minum-minuman keras, tak terkontrol. Allahul musta’an.

Betapa hawa nafsu bid’ah telah mampu menyeret seseorang atau kelompok sampai tahap sejauh itu.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

_____
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

Group WhatsApp: wa.me/62895383230460

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

1 komentar untuk "Mengeraskan Dzikir Setelah Shalat"

  1. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

    Semoga artikel ini dapat dipahami hingga menghindari ikhtilaf

    https://agungswasana1.blogspot.com/2023/10/sirriy-atau-jahrkah-dzikir-setelah.html

    Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

    BalasHapus

Berkomentarlah dengan bijak