Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Mendoakan Dan Menjelaskan Penyimpangan Ahlul Bid'ah Yang Telah Wafat




Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah

Persoalan ini pernah ditanyakan pada Syaikh ‘Ubaid bin ‘Abdillah Al Jabiri hafidzhahullah. Maka beliau menjelaskan yang intinya bid’ah itu terbagi dua.

Pertama, bid’ah mukaffarah, yakni bid’ah yang pelakunya menjadi kafir. Ini seperti bid’ahnya Syi'ah Rafidhah dan Jahmiyyah. Jelas untuk mereka karena kafir maka haram mentarahumi (mengucapkan kalimat "Allah Yarhamhu/Rahimahullah") mereka.

Kedua, bid’ah yang pelaku tidak sampai level kafir, yakni bid’ah (fisqiyyah). Pelakunya dinyatakan fasiq tapi tak sampai kafir.

Untuk pelaku bid’ah yang jenis kedua ini, Syaikh ‘Ubaid bin ‘Abdillah Al Jabiri hafidzhahullah menandaskan:

والفساق سواء كانت فسقتهم بدعية أو سلوكية لم يسلبوا الإيمان بالكليه من أجل بدعهم وإنما يسلبون كمال الإيمان.نعم. فمن مات منهم على بدعته فهو تحت المشيئة إن شاء الله عذبه نعم إن شاء الله أدخله النار فعذبه لقاء بدعته التي لم يتوب منها حتى لقي الله، وإن شاء غفره، ولو عذبه فإنه لا يخلد في النار.نعم.

"Orang-orang fasik, baik kefasikan mereka berupa kebid’ahan atau perilaku (yang tak sejalan dengan syari’at), (maka) mereka tidak berarti kehilangan iman secara total kebid'ahan mereka, namun sisi kesempurnaan iman mereka saja yang dianggap kurang, na’am, (tapi zhahirnya dianggap tetap sebagai seorang muslim -pent). Dengan demikian, siapapun diantara mereka yang mati di atas kebid’ahan tersebut, maka mereka keadaanya berada di bawah kehendak Allah.

Bila Allah menghendakinya untuk mengadzabnya -ya- (maka) Allah akan memasukkannya ke Neraka, lalu mengadzabnya, disebabkan dia bertemu dengan Allah membawa bid’ah, di mana dia tidak bertaubat dari bid’ah tersebut sampai bertemu dengan Allah (sampai matinya). (Namun) bila Allah menghendaki, Allah akan (langsung) mengampuninya. Kalaupun Allah mengadzabnya, maka ia tidak kekal di dalam Neraka. Na’am". Diringkaskan dari situs https://ar.alnahj.net/fatwa/82

Namun ana ingatkan ini beda kasusnya dengan masalah menjelaskan penyimpangan seseorang yang berfaham bid'ah sekalipun dia telah mati. Mengingatkan penyimpangan manhajiyah/aqidahnya tetap harus dilakukan tanpa menodai kehormatan mereka secara umum. Seperti Ulama masih saja menjelaskan penyimpangan Ibnu Hajar dan Imam Nawawi rahimahumullah walaupun keduanya ratusan tahun lampau telah wafat dan walaupun keduanya secara umum dikenal sebagai Ulama sunnah.

Sungguh bagus apa yang dikatakan Syaikh Ahmad bin ‘Umar Bazmul hafidzhahullah yang menyatakan:

إنتبهوا بيان الخطإ ليس من التشنيع على المخطئ و من ربط بينهم فهو كاذب فاجر العلماء رد بعضهم على بعض وردهم على بعضهم البعض من باب نصرة دين الله عزوجل وليس من باب قدح بعضهم فى بعض

"Perhatikan oleh kalian, memaparkan penjelasan (yang dilakukan oleh seseorang) tidaklah termasuk perbuatan menjelek-jelekkan orang yang melakukan kesalahan tersebut. Barangsiapa yang mengait-ngaitkan antara kedua perkara ini, maka ia telah berdusta dan berbuat dosa. Para Ulama sendiri sebagian mereka membantah sebagian Ulama lainnya. Dan bantahan terhadap satu sama lain ini termasuk bagian dari bentuk pertolongan kepada agama Allah ‘Azza wa Jalla, dan bukan merupakan perbuatan saling mencela satu sama lain”. http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=136061

Maka perhatikan masalah ini hai saudaraku.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram: http://t.me/Manhaj_salaf1
🎥 Youtube: http://youtube.com/ittibarasul1
📱 Group WhatsApp: wa.me/62895383230460
📧 Twitter: http://twitter.com/ittibarasul1
🌐 Web: dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram: http://Instagram.com/ittibarasul1
🇫 Facebook: http://fb.me/ittibarasul1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Hukum Mendoakan Dan Menjelaskan Penyimpangan Ahlul Bid'ah Yang Telah Wafat"