Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jalan Golongan Yang Selamat (Bagian 11)



Pengertian Wahabi


Orang-orang biasa menuduh Wahabi kepada setiap orang yang melanggar tradisi, kepercayaan dan bid’ah mereka, sekalipun kepercayaan-kepercayaan mereka itu rusak, bertentangan dengan Al Quranul Karim dan hadits-hadits shahih. Mereka menentang dakwah kepada tauhid dan enggan berdoa (memohon) hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.

Suatu kali, di depan seorang Syaikh, penulis membacakan hadits riwayat Ibnu Abbas yang terdapat dalam kitab Al Arba’in An Nawawiyah. Hadits itu berbunyi:

إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ

“Jika engkau memohon maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah”. [Hadits Riwayat At Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih].

Penulis sungguh kagum terhadap keterangan Imam An Nawawi ketika beliau mengatakan:
“Kemudian jika kebutuhan yang dimintanya -menurut tradisi- di luar batas kemampuan manusia, seperti meminta hidayah (petunjuk), ilmu, kesembuhan dari sakit dan kesehatan maka hal-hal itu (mesti) memintanya hanya kepada Allah semata. Dan jika hal-hal di atas dimintanya kepada makhluk maka itu amat tercela”.

Lalu kepada Syaikh tersebut penulis katakan: “Hadits ini berikut keterangannya menegaskan tidak dibolehkannya meminta pertolongan kepada selain Allah”. Ia lalu menyergah: “Malah sebaliknya, hal itu dibolehkan”.

Penulis lalu bertanya: “Apa dalil anda?” Syaikh itu ternyata marah sambil berkata dengan suara tinggi: “Sesungguhnya bibiku berkata, wahai Syaikh Sa’ad. (Dia memohon pertolongan kepada Syaikh Sa’ad yang dikuburkan di dalam masjidnya)”. Dan aku bertanya padanya: “Wahai bibiku, apakah Syaikh Sa’ad dapat memberi manfaat kepadamu?” Ia menjawab: “Aku berdoa (meminta) kepadanya, sehingga ia menyampaikannya kepada Allah, lalu Allah menyembuhkanku”.

Lalu penulis berkata: “Sesungguhnya engkau adalah seorang alim. Engkau banyak habiskan umurmu untuk membaca kitab-kitab. Tetapi sungguh mengherankan, engkau justru mengambil akidah dari bibimu yang bodoh itu”.

Ia lalu berkata: “Pola pikirmu adalah pola pikir Wahabi. Engkau pergi berumrah lalu datang dengan membawa kitab-kitab Wahabi”.

Padahal penulis tidak mengenal sedikitpun tentang Wahabi kecuali sekedar penulis dengar dari para Syaikh. Mereka berkata tentang Wahabi: “Orang-orang Wahabi adalah mereka yang melanggar tradisi orang kebanyakan. Mereka tidak percaya kepada para wali dan karamah-karamahnya, tidak mencintai Rasul dan berbagai tuduhan dusta lainnya”.

Jika orang-orang Wahabi adalah mereka yang percaya hanya kepada pertolongan Allah semata, dan percaya yang menyembuhkan hanyalah Allah, maka aku wajib mengenal Wahabi lebih jauh”.

Kemudian penulis tanyakan jamaahnya, sehingga penulis mendapat informasi bahwa pada setiap kamis sore mereka menyelenggarakan pertemuan untuk mengkaji pelajaran tafsir, hadits dan fiqih.

Bersama anak-anak penulis dan sebagian pemuda intelektual, penulis mendatangi majelis mereka. Kami masuk ke sebuah ruangan yang besar. Sejenak kami menanti, sampai tiada berapa lama seorang Syaikh yang sudah berusia masuk ruangan. Beliau memberi salam kepada kami dan menjabat tangan semua hadirin dimulai dari sebelah kanan, beliau lalu duduk di kursi dan tak seorangpun berdiri untuknya. Penulis berkata dalam hati: “Ini adalah seorang Syaikh yang tawadhu’ (rendah hati), tidak suka orang berdiri untuknya (dihormati)”.

Lalu Syaikh membuka pelajaran dengan ucapan:

الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ

“Sesungguhnya segala puji adalah untuk Allah. Kepada Allah kami memuji, memohon pertolongan dan ampunan", dan selanjutnya hingga selesai, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membuka khutbah dan pelajarannya.

Kemudian Syaikh itu memulai bicara dengan menggunakan bahasa Arab. Beliau menyampaikan hadits-hadits seraya menjelaskan derajat shahihnya dan para perawinya. Setiap kali menyebut nama Nabi, beliau mengucapkan shalawat atasnya. Di akhir pelajaran, beberapa soal tertulis diajukan kepadanya. Beliau menjawab soal-soal itu dengan dalil dari Al Quranul Karim dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berdiskusi dengan hadirin dan tidak menolak setiap penanya. Di akhir pelajaran, beliau berkata: “Segala puji bagi Allah bahwa kita termasuk orang-orang Islam dan Salaf (orang-orang Salaf adalah mereka yang mengikuti jalan para Salafush Shalih. Yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para Shahabat dan Tabi'in)".

Sebagian orang menuduh kita orang-orang Wahabi. Ini termasuk Tanaabuzun bil alqaab (memanggil dengan panggilan-panggilan yang buruk). Allah melarang kita dari hal itu dengan firman-Nya:

وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ

“Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk”. (QS. Al Hujurat: 11).

Dahulu, mereka menuduh Imam Syafi’i dengan Rafidhah. Beliau lalu membantah mereka dengan mengatakan: “Jika Rafidah (berarti) mencintai keluarga Muhammad. Maka hendaknya jin dan manusia menyaksikan bahwa sesungguhnya aku adalah Rafidhah.”

Maka, kita juga membantah orang-orang yang menuduh kita Wahabi, dengan ucapan salah seorang penyair: “Jika pengikut Ahmad adalah Wahabi. Maka aku berikrar bahwa sesungguhnya aku Wahabi”.

Ketika pelajaran usai, kami keluar bersama-sama sebagian para pemuda. Kami benar-benar dibuat kagum oleh ilmu dan kerendahan hatinya. Bahkan aku mendengar salah seorang mereka berkata: “Inilah Syaikh yang sesungguhnya”.

Pengertian Wahabi


Musuh-musuh tauhid memberi gelar Wahabi kepada setiap muwahhid (yang mengesakan Allah), nisbat kepada Muhammad bin Abdul Wahhab. Jika mereka jujur, mestinya mereka mengatakan Muhammad dinisbat kepada namanya yaitu Muhammad. Betapapun begitu, ternyata Allah menghendaki nama Wahabi sebagai nisbat kepada Al Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari nama-nama Allah yang paling baik (Asmaa’ul Husnaa).

Jika Shufi menisbatkan namanya kepada jamaah yang memakai shuf (kain wol) maka sesungguhnya Wahabi menisbatkan diri mereka dengan Al Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu Allah yang memberikan tauhid dan meneguhkannya untuk berdakwah kepada tauhid.

Muhammad bin Abdul Wahhab


Beliau dilahirkan di kota ‘Uyainah, Nejed pada tahun 1115 H. Hafal Al-Quran sebelum berusia sepuluh tahun. Belajar kepada ayahandanya tentang fiqih Hambali, belajar hadits dan tafsir kepada para Syaikh dari berbagai negeri, terutama di kota Madinah. Beliau memahami tauhid dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Perasaan beliau tersentak setelah menyaksikan apa yang terjadi di negerinya Nejed dengan negeri-negeri lainnya yang beliau kunjungi berupa kesyirikan, khurafat dan bid’ah. Demikian juga soal menyucikan dan mengkultuskan kubur, suatu hal yang bertentangan dengan ajaran Islam yang benar.

Ia mendengar banyak wanita di negerinya bertawassul dengan pohon kurma yang besar. Mereka berkata: “Wahai pohon kurma yang paling agung dan besar, aku menginginkan suami sebelum setahun ini”.

Di Hejaz, ia melihat pengkultusan kuburan para Shahabat, keluarga Nabi (ahlul bait), serta kuburan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah semata.

Di Madinah, ia mendengar permohonan tolong (istighatsah) kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta berdoa (memohon) kepada selain Allah, hal yang sungguh bertentangan dengan Al Qur'an dan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Al Qur'an menegaskan:

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim”. (QS. Yunus: 106).

Zhalim dalam ayat ini berarti syirik. Suatu kali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas:

إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ،

“Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah”. [Hadits Riwayat At Tirmidzi, ia berkata hasan shahih].

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menyeru kaumnya kepada tauhid dan berdoa (memohon) kepada Allah semata, sebab Dialah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Menciptakan sedangkan selain-Nya adalah lemah dan tak kuasa menolak bahaya dari dirinya dan dari orang lain. Adapun mahabbah (cinta kepada orang-orang shalih), adalah dengan mengikuti amal shalihnya, tidak dengan menjadikannya sebagai perantara antara manusia dengan Allah, dan juga tidak menjadikannya sebagai tempat bermohon selain daripada Allah.

1. Penentangan Orang-Orang Bathil Terhadapnya

Para ahli bid’ah menentang keras dakwah tauhid yang dibangun oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ini tidak mengherankan, sebab musuh-musuh tauhid telah ada sejak zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan mereka merasa heran terhadap dakwah kepada tauhid. Allah Ta'ala berfirman:

أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan”. (QS. Shad: 5).

Musuh-musuh Syaikh memulai perbuatan kejinya dengan memerangi dan menyebarluaskan berita-berita bohong tentangnya. Bahkan mereka bersekongkol untuk membunuhnya dengan maksud agar dakwahnya terputus dan tak berkelanjutan. Tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaganya dan memberinya penolong, sehingga dakwah tauhid terbesar luas di Hejaz, dan di negara-negara Islam lainnya.

Meskipun demikian hingga saat ini, masih ada pula sebagian manusia yang menyebarluaskan berita-berita bohong. Misalnya mereka mengatakan, dia (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) adalah pembuat madzhab yang kelima (sebab yang terkenal dalam dunia Fiqih hanya ada empat madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali), padahal dia adalah seorang penganut madzhab Hambali. Sebagian mereka mengatakan, orang-orang Wahabi tidak mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tidak bershalawat atasnya. Mereka anti bacaan shalawat.

Padahal kenyataannya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah telah menulis kitab “Mukhtashar Siiratur Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Kitab ini bukti sejarah atas kecintaan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengada-adakan berbagai cerita dusta tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, suatu hal yang karenanya mereka bakal dihisab pada hari kiamat.

Seandainya mereka mau mempelajari kitab-kitab beliau dengan penuh kesadaran, niscaya mereka akan menemukan Al Qur'an, hadits dan ucapan Shahabat sebagai rujukannya.

Seseorang yang dapat dipercaya memberitahukan kepada penulis, bahwa ada salah seorang Ulama yang memperingatkan dalam pengajian-pengajiannya dari ajaran Wahabi. Suatu hari, salah seorang dari hadirin memberinya sebuah kitab karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Sebelum diberikan, ia hilangkan terlebih dahulu nama pengarangnya. Ulama itu membaca kitab tersebut dan amat kagum dengan kandungannya. Setelah mengetahui siapa penulis buku yang dibaca, mulailah ia memuji Muhammad bin Abdul Wahhab.

2. Dalam Sebuah Hadits Disebutkan:

اللَّهُمَ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَامِنا، اللَّهُمَ بَارِكْ لَنَا فِيْ يَمَنِنَا، فَقَالَهَا مِرَارًا، فَلَمَّا كَانَ فِيْ الشَالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللَّهِ! وَفِيْ عِرَاقِنَا؟ قَالَ: إِنَّ بِهَا الزَّلاَزِلَ وَالْفِتَنَ وَبِهَا يَطْلَعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

“Ya Allah, berilah keberkahan kepada kami di negeri Syam, dan di negeri Yaman. Mereka berkata: Dan di negeri Nejed. Rasulullah bersabda: Di sana banyak terjadi berbagai kegoncangan dan fitnah, dan di sana (tempat) munculnya para pengikut setan". [Hadits Riwayat Al Bukhari dan Muslim].

Ibnu Hajar Al ‘Asqalani dan Ulama lainnya menyebutkan, yang dimaksud Nejed dalam hadits di atas adalah Nejed Iraq. Hal itu terbukti dengan banyaknya fitnah yang terjadi di sana. Kota yang juga di situ Al Husain bin Ali radhiallahu ‘anhuma dibunuh.

Hal ini berbeda dengan anggapan sebagian orang, bahwa yang dimaksud dengan Nejed adalah Hejaz, kota yang tidak pernah tampak di dalamnya fitnah sebagaimana yang terjadi di Iraq. Bahkan sebaliknya, yang tampak di Nejed Hejaz adalah tauhid, yang karenanya Allah menciptakan alam, dan karenanya pula Allah mengutus para Rasul.

3. Sebagian Ulama Yang Adil Sesungguhnya Menyebutkan Bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Adalah Salah Seorang Mujaddid (Pembaharu) Abad 12 H

Mereka menulis buku-buku tentang beliau. Di antara para pengarang yang menulis buku tentang Syaikh adalah Syaikh Ali Thanthawi. Beliau menulis buku tentang “Silsilah Tokoh-Tokoh Sejarah”, diantara mereka terdapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Ahmad bin ‘Irfan.

Dalam buku tersebut beliau menyebutkan, akidah tauhid sampai ke negeri India dan negeri-negeri lainnya melalui jamaah haji dari kaum muslimin yang terpengaruh dakwah tauhid di kota Makkah. Karena itu, pemerintah Inggris yang menjajah India ketika itu, bersama-sama dengan musuh-musuh Islam memerangi akidah tauhid tersebut.

Hal itu dilakukan karena mereka mengetahui bahwa akidah tauhid akan menyatukan umat Islam dalam melawan mereka. Selanjutnya penjajah Inggris memerintahkan kepada kaum Murtaziqah (kaum Murtaziqah yaitu orang-orang bayaran) agar mencemarkan nama baik dakwah kepada tauhid. Maka mereka pun menuduh setiap muwahhid yang menyeru kepada tauhid dengan kata Wahabi. Kata itu mereka maksudkan sebagai padanan dari tukang bid’ah, sehingga memalingkan umat Islam dari akidah tauhid yang menyeru agar umat manusia berdoa hanya semata-mata kepada Allah. Orang-orang bodoh itu tidak mengetahui bahwa kata Wahabi adalah nisbat kepada Al Wahhaab (yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari nama-nama Allah yang paling baik (Asma’ul Husna) yang memberikan kepadanya tauhid dan menjanjikannya masuk Surga.

Walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin, wa shallallahu ‘alaa Muhammadin.

Sumber: Kitab Minhaj al-Firqah an-Najiyah wa Ath-Tha’ifah al-Manshurah (Jalan Golongan Yang Selamat) Karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

🔰 @Manhaj_salaf1

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram     : http://t.me/Manhaj_salaf1
📱 Whatshapp : 089665842579
🌐 Web              : dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram    : bit.ly/ittibarasul1
🇫 Fanspage     : fb.me/ittibarasul1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Jalan Golongan Yang Selamat (Bagian 11)"