Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tata Cara Mandi Wajib






Oleh Ustadz Berik Said hafizhahullah

'Aisyah radhiallahu ‘anha menceritakan bahwa Asma' radhiallahu ‘anha pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang cara mandi haid. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan arahan sebagai berikut:

تأخذُإحداكُن ماءَها وسدرتَها فَتَطَّهرُ فتُحسنُ الطُّهورَ , ثم تصبُ على رأسِها فتَدْلُكُهُ دلكًا شديدًا حتي تبلُغَ شُؤونَ رأسِها , ثم تصبُّ عليها الماءَ , ثم تأخذُ فِرْصَةً مُمَسَّكةً فتطهَّرُ بها فقالت أسماءُ: وكيف تطهَّرُ بها ؟ فقال"سبحان الله ! تطَّهرين بها" فقالت عائشةُ: (كأنها تخفي ذلك) تتبَّعين أثرَ الدمِ

"Salah seorang diantara kalian (wanita) mengambil air dan sidrah (bidara)nya, kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya, kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air sampai pada kulit kepalanya, kemudian dia mengguyurkan air keseluruh badannya, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi kasturi (atau penyuci lainnya di zaman kita ini -pent), kemudian dia bersuci dengannya". Maka Asma’ berkata: “Bagaimana aku bersuci dengannya?”. Beliau bersabda: “Maha Suci Allah, bersucilah dengannya”. Lalu 'Aisyah berkata -seakan-akan dia menutupi hal tersebut-: “Kamu sapu bekas-bekas darah haid yang ada (pada farjimu dengan kapas tadi)”. [HSR. Bukhari no.314, Muslim no.332].

Catatan
Zaman ini daun bidara bisa diganti dengan sabun atau pewangi lainnya.

Ringkasan Cara Mandi Haid/Nifas Dengan Menggabungkan Hadits Di Atas Dan Hadits Lainnya Serta Keterangan Para Ulama


1. Siapkan daun bidara atau pembersih lainnya.

2. Niat mandi junub/nifas (cukup dalam hati dan tak ada redaksi tertentu apalagi melafadzkan niat secara lisan. Itu adalah bid'ah).

3. Awali dengan membaca Bismillah -tanpa tambahan Ar Rahmaan Ar Rahiim-

4. Cucilah farji dengan daun bidara atau pembersih/pewangi lainnya dengan tangan kiri.

5. Wudhu seperti wudhu akan shalat.

Catatan penting.
Berwudhu mandi besar baik mandi junub, haid, maupun nifas hukumnya sunnah, dan tak wajib. Empat Madzhab bersepakat mengenai ini.

Ini adalah pendapat Ulama dari kalangan Madzhab Hanafi (Al Bahrur Roo’iq I:52), Maliki (Hasyiah ad Dasuqi I:136), Syafi’i (Al Majmu’ II:180), dan Hambali (Al Inshaf I:252). Ibnu Bathal rahimahullah bahkan mengklaim ini sebagai ijma’ (Syarah Shahih Bukhari I:368-369).

Namun jika seseorang saat mandi besar tidak mengawalinya dengan wudhu, tetap wajib baginya untuk madhmadhah (memasukkan air ke mulut/berkumur-kumur seperti saat wudhu minimal satu kali), dan istinsyaq (menghirup air ke hidung seperti saat wudhu minimal satu kali).

Ini pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran, dan pendapat ini pilihan dari Madzhab Hanafi (Tabyiinul Haqoo’iq I:13), Madzhab Hambali (Al Furu’ I:174). Pendapat ini juga didukung oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah (Syarah ‘Umadatul Fiqh I:177-178), Syaikh bin Baz rahimahullah (Fatwa Nuur ‘Ala Darb V:288-289), dan Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah I:229).

Jadi bagi yang mandi besar baik mandi junub, haid, maupun nifasnya tidak mengawalinya dengan wudhu, maka jangan lupa ia harus tetap disela-sela mandi besar itu berkumur-kumur minimal satu kali dan menghirup air ke hidung minimal satu kali persis seperti ketika berwudhu. Perhatikanlah hal ini.

6. Guyur kepala dan gosoklah rambut sampai ke pangkal rambut dengan gosokan yang kuat. Pastikan air masuk ke kulit kepala.

7. Bagi wanita yang rambutnya tersanggul karena panjang, saat mandi junub, maka tidak harus diurai dulu rambutnya, yang penting siram/tuangkan air atas gulungan rambutnya tiga kali, dan pastikan air masuk ke kulit kepalanya.

Ummu Salamah radhiallahu ‘anha pernah bertanya kepada suaminya -Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضُفْرَ رَأْسِي، أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ: لاَ، إِنَّماَ يَكْفِيْكِ أَنْ تَحِثِّي عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ، ثُمَّ تُفِيْضِيْنَ عَلَيْكِ الْمَاءَ، فَتَطْهُرِيْنَ

“Ya Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, saya adalah wanita yang menjalin rambut dengan kuat. Apakah saya harus melepaskan jalinan rambut tersebut saat mandi janabah/junub?” Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjawab: “Tidak, cukuplah bagimu menuangkan (air) di atas kepalamu tiga tuangan, lalu engkau siramkan air di atas tubuhmu, maka engkau pun suci”. [HSR. Muslim no.742].

Imam Tirmidzi rahimahullah menandaskan setelah membawakan hadits Ummu Salamah radhiallahu ‘anha di atas: “Yang diamalkan oleh para Ulama ialah apabila seorang wanita mandi janabah/junub tanpa melepaskan ikatan rambutnya, maka hal itu mencukupinya setelah dia mencurahkan air ke atas kepalanya.“ (Jami’ At-Tirmidzi I:71).

Syaikh bin Baz rahimahullah juga mengatakan terkait mandi junub ini: "Kalau wanita tersebut menyiram kepalanya tiga kali siraman, hal itu cukup, tak perlu menguraikannya gelungan rambutnya tersebut berdasarkan hadits shahih ini".(Majmu Fatwa Syaikh Ibnu Baz X:182).

8. Sementara untuk mandi haid/nifas Ulama menekankan -bahkan ada yang berpendapat wajib- diuraikannya rambut jika ia seorang wanita yang berambut panjang yang biasa menggelung rambutnya, berdasarkan hadits dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha tentang cara mandi haid seperti yang telah ana kutiupkan di awal pembahasan, dimana di situ disebutkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ثم تصبُ على رأسِها فتَدْلُكُهُ دلكًا شديدًا حتي تبلُغَ شُؤونَ رأسِها

"Kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air sampai pada kulit kepalanya". [HSR. Bukhari no.314, Muslim no.332].

Syaikh Al Albani rahimahullah dengan berdasarkan hadits-hadits ini maka beliau mewajibkan wanita yang menggelung rambutnya agar menguraikannya saat mandi haid/nifas. Tapi saat mandi dari junub, maka tak wajib menguraikan rambutnya tersebut". (Lihat Tamamul Minnah hal. 125).

Sementara Syaikh Mushthafa Al ‘Adawi hafidzhahullah berkata:
“Wajib bagi wanita untuk memastikan sampainya air ke pangkal rambutnya pada waktu mandinya dari haid baik dengan mengurai jalinan rambutnya atau tidak.

Jika air tidak dapat sampai pada pangkal rambut kecuali dengan menguraikan jalinan rambut tersebut, maka dia (wanita tersebut) menguraikannya -bukan karena menguraikan jalinan rambut adalah wajib- tetapi memastikan agar air dapat sampai ke pangkal rambutnya, Wallahu A’lam". (Jami’ Ahkaam An Nisa’ I: 121-122).

9. Guyurlah sekujur tubuh. Disunnahkan membasuh sisi tubuh sebelah kanan terlebih dahulu, baru setelah itu sisi tubuh sebelah kiri.

10. Ambil kapas atau kain yang sudah diberi wewangian, lalu kembali sucikan lagi farjinya, dan pastikan sisa darah sudah bersih semua.
Selesai

Wal hamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin, wa shallallahu ‘alaa Muhammadin.

🔰 @Manhaj_salaf1

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram     : http://t.me/Manhaj_salaf1
📱 Whatshapp  : 089665842579
🌐 Web              : dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram    : bit.ly/ittibarasul1
🇫 Fanspage      : fb.me/ittibarasul1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Tata Cara Mandi Wajib"