Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Adab Bertamu (Bagian 2)




Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah

6. Mengetuk rumah shahibul bait saat bertamu hendaklah tak terlalu keras.

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu menceritakan:

أنَّ أبوابَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ كانت تُقرعُ بالأظافيرِ

“Dahulu kami mengetuk pintu rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu dengan kuku-kuku kami“. [HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad I:364. Kata al Albani rahimahullah dalam Shahih Adabul Mufrad 824: Shahih]

Menjelaskan hadits di atas, maka berkata al Hafizh rahimahullah:

وهذا محمول منهم على المبالغة في الأدب، وهو حسن لمن قرب محله من بابه، أما من بعد عن الباب بحيث لا يبلغه صوت القرع بالظفر فيستحب أن يقرع بما فوق ذلك بحسبه

"Ini menunjukkan betapa Shahabat amat memperhatikan masalah adab. Dan bagi yang tuan rumahnya berada dekat dengan pintu rumahnya. Adapun bagi yang pintu rumahnya jauh sehingga diperkirakan tak akan bisa terdengar kalau mengetuk pintu rumah hanya dengan kuku, maka disukai baginya untuk mengetuk rumahnya dengan selain kuku, yang lebih dari kuku yang diharapkan tuan rumahnya bisa mendengar ketukan pintunya." (Fathul Baari XI: 38)

Hikmah dari ini sebenarnya jelas, yakni agar tidak mengagetkan shahibul baitnya.

7. Tamu tidak boleh melihat langsung kedalam ruang tamu shahibul bait.

Maksudnya, jika kita berkunjung ke rumah orang, maka saat kita sudah berada di rumah shahibul bait, hendaklah kita berdiri di sisi kanan atau kiri pintu rumah shahibul bait, atau lebih baik lagi dengan membelakanginya dan jangan melihat ke pintu depannya langsung, sebab dikhawatirkan bisa saja istri shahibul bait atau anak perempuannya yang di sana belum memakai hijab dan kita akan bisa melihatnya langsung.

Maka tundukkan mata kita dulu sebelum ada izin masuk dari shahibul bait. Lebih parah lagi kalau kita membuka tirai rumahnya langsung atau nyelonong langsung masuk ke rumahnya walau dia teman akrab kita.

Dalil masalah ini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَشَفَ سِتْراً فَأَدْخَلَ بَصَرَهُ فِي البَيْتِ قَبْلَ أَنْ يُؤْذَنَ لَهُ، فَرَأَى عَوْرَةَ أَهْلِهِ، فَقَدْ أتَى حَدّاً لاَ يَحِلُّ لَهُ أنْ يَأْتِيَهُ، لَوْ أَنَّهُ حِينَ أَدْخَلَ بَصَرَهُ اسْتَقْبَلَهُ رَجُلٌ، فَفَقَأَ عَيْنَهُ مَا عَيَّرْتُ عَلَيْهِ

"Barangsiapa berani menyingkap tirai rumah orang lain, lantas ia melihat kedalam rumah tersebut sebelum ia mendapat izin, lalu ia akhirnya melihat aurat penghuni rumahnya (shahibul bait). Maka sungguh berarti ia telah melanggar batas aturan yang tidak halal baginya melanggar aturan ini. Andai saja saat tamu itu melihat ke dalam rumah (tanpa izin dulu dari shahibul bait dan tak menundukkan pandangannya) lalu penghuni rumah menghadapinya, kemudian mencolok mata tamunya yang seperti itu, maka aku tak akan menyalahkan tindakan penghuni tersebut.

وَإِنْ مَرَّ رَجُلٌ عَلَى بَابٍ لا سِتْرَ لَهُ غَيْرِ مُغْلَقٍ، فَيَنْظُرُ لا خَطِيئَةَ عَلَيْهِ، إِنَّمَا الْخَطِيئَةُ عَلَى أَهْلِ البَيْتِ

Namun bila seseorang melewati rumah yang pintunya tak ada tirainya dan juga tak tertutup (pintunya). Lantas ia melihatnya, maka tak ada dosa baginya. Akan tetapi dosa itu akan menimpa bagi penghuni rumah." [HR. Tirmidzi no.2707. Pada awalnya Syaikh al Albani rahimahullah melemahkan hadits ini dalam Dha’if at Tirmidzi no.2707, namun beliau kemudian ruju’ dan menyatakannya shahih dalam as Shahihah 3463]

Sementara dalam hadits lain Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ أَنَّ رَجُلًا اطَّلَعَ عَلَيْكَ بِغَيْرِ إِذْنٍ، فَخَذَفْتَهُ بِحَصَاةٍ، فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ مَا كَانَ عَلَيْكَ مِنْ جُنَاحٍ

“Bila ada seseorang yang mengintip (rumah) mu tanpa izin, lalu kamu melempari dua dengan batu, bahkan lalu kamu congkel matanya. Maka kamu tak berdosa.“

Dalam riwayat lain di ujung redaksi hadits itu:

فلا دِيَةَ لهُ ولا قِصاصَ

"Tak ada denda dan tak ada qishash bagimu". [HR. Bukhari no.6902, Muslim no.2158, Abu Dawud no.5172, An Nasa’i no.4860. Dan lain-lain, dengan sedikit perbedaan redaksi]

8. Jika tuan rumah menanyakan identitas tamu, maka sang tamu wajib menyebutkan identitas nama dirinya.

Jaabir' bin Abdillah radhiallahu ‘anhu menceritakan:

أتَيتُ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم في دَينٍ كان على أبي، فدقَقتُ البابَ، فقال: مَن ذا. فقلتُ: أنا، فقال: (أنا أنا). كأنه كرِهَها

"Aku pernah mendatangi (rumah) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas aku mengetuk pintu. Beliau bertanya: “Siapa (yang mengetuk pintu ini)?”. Aku menjawab: "Saya (tanpa menyebut nama diri)". Lalu beliau berkata: "Saya, saya". Sepertinya beliau tidak suka (hanya berkata saya, saya, yang beliau maukan adalah menyebut nama)." [HR. Bukhari no.6250 dan Muslim no.2155]

Boleh mengenalkan diri ini dengan julukan dia yang sudah dikenal selagi tak bermaksud membanggakan diri. Hal ini telah banyak disebutkan para Ulama.

Insya Allah Bersambung...

_______
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

Group WhatsApp: wa.me/6289665842579

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Adab Bertamu (Bagian 2)"