Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab Sutrah Untuk Orang Yang Shalat (Bagian 3)






Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah

Jika Seorang Masbuq Lalu Menjadikan Punggung Orang Didepannya Sebagai Sutrah Tetapi Kemudian Orang Yang Punggungnya Dijadikan Sutrah Pergi, Apa Yang Harus Dilakukan ? 


Contoh kasus, kita shalat di masjid terlambat (masbuq) dan bahkan imam sudah salam. Masjid sudah cukup penuh dengan jama’ah. Akhirnya kita shalat sendirian dengan menjadikan seseorang yang sedang berdzikir dihadapan kita sebagai sutrah kita.

Nah, di tengah-tengah kita sedang shalat, orang yang sedang berdzikir di hadapan kita yang punggungnya kita niatkan sebagai sutrah, tiba-tiba berdiri dan pulang. Nah tentu saja sekarang di hadapan kita tidak ada lagi sutrahnya, karena sutrahnya bergerak pergi. Dalam posisi ini, apa yang harus dilakukan ?

Apakah kita bergerak mencari sutrah lainnya yang paling dekat dengan kita, misal ada tiang masjid yang dekat, lalu kita berjalan atau bergeser sedikit kearah tiang tersebut atau boleh jadi bergeser mencari punggung orang lainnya yang paling dekat posisinya dengan kita yang mungkin masih berdzikir di situ untuk kita bisa kembali bersutrah dengan punggungnya ? Ataukah sudah diam saja tidak perlu cari sutrah lagi ?

Demikian pula kasusnya jika kita masbuq datang terlambat di tengah-tengah imam shalat.

Setelah imam salam kita tentu menambah rakaat sejumlah rakaat yang kita ketinggalan dengan imam tadi. Dalam posisi ini andaikata dihadapan kita tidak ada sutrah, maka apakah kita juga tetap berupaya mendekat kearah sutrah yang paling dekat dengan kita, baik dinding atau tiang masjid atau apapun yang bisa dijadikan sutrah ? Atau sudah diam saja karena awalnya sutrahnyakan dalam shalat berjama’ah itu imam ? Bagaimana menjawab masalah ini ?

Dalam masalah ini Ulama berbeda pendapat.

Pendapat pertama, makmum yang demikian tetap diam di tempat ia shalat dan tidak perlu berjalan mencari sutrah baru.

Ini diantaranya adalah pendapat Syaikh Al 'Utsaimin rahimahullah, beliau pernah ditanya:

نعلم بأن سترة الإمام سترة للمأموم، فإذا انتهى الإمام من صلاته وقام المأموم يقضي فهل تستمر سترة الإمام سترة للمأمومين، أو يكون الإمام سترة للمأموم بعد انفراده ؟

Kita tahu bahwa sutrah imam itu adalah sutrah juga bagi makmumnya. Jika imam sudah menyelesaikan shalatnya dan makmum masbuq. Maka, apakah sutrah imam tetap menjadi sutrah bagi makmum setelah dia berpisah dari imamnya (ataukah makmum perlu mencari sutrah baru -pent) ?

Berikut jawaban beliau:

لكن هل يشرع للمأموم بعد ذلك إذا قام يقضي ما فاته أن يتخذ سترة ؟ الذي يظهر لي: أنه لا يشرع، وأن الصحابة رضي الله عنهم إذا فاتهم شيء قضوا بدون أن يتخذوا سترة .

Hanya saja, apakah setelah imam mengucapkan salam dan masbuq berdiri untuk menyelesaikan sisi shalatnya dituntut untuk mencari sutrah baru? Menurut hemat saya, "Makmum tidak dituntut untuk mencari sutrah baru. Alasannya, para Shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mereka masbuq dan hendak menyelesaikan sisa shalatnya mereka tidak mencari sutrah".

Selanjutnya beliau juga menyebutkan alasan lain (tidak saya tulis teks Arab lengkapnya dikarenakan terlalu panjang) yang intinya, beliau berpendapat kalau makmum harus berjalan mencari sutrah, maka ini menurut beliau termasuk gerakan yang tidak memiliki dalil yang jelas". (Lebih rinci silakan lihat pendapat beliau ini dalam Liqa Baabil Maftuuh, pertanyaan ke 16 kaaset ke 155 Maktabah Shameela)

Pendapat kedua, boleh, bahkan dianjurkan makmum masbuq yang demikian untuk berjalan sedikit mencari sutrah baru.

Diantara dalil masalah ini adalah atsar berikut, Qurrah bin Iyaas radhiallahu 'anhu menceritakan:

رَآنِيْ عُمَرُ وَأَنَا أُصَلِّيْ بَيْنَ أُسْطُوَانَتَيْنِ فَأَخَذَ بِقَفَائِيْ فَأَدْنَانِيْ إِلَى سُتْرَةٍ فَقَالَ: صَلِّ إِلَيْهَا

"Umar radhiallahu ‘anhu melihatku sedang shalat, diantara dua tiang masjid (tidak menghadap kearah posisi tiang tapi ditengah-tengahnya -pent). Beliau langsung memegang leherku dan mendekat kan aku ke sutrah, sambil berkata, “Shalatlah sambil menghadap sutrah." [HR. Bukhari diriwayatkan secara mu'allaq dalam Kitab shahihnya I:577; Juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al Mushannaf 7502]

Atsar di atas menunjukkan bahwa seseorang yang sedang shalat dalam posisi tidak menghadap sutrah, maka semestinya dia bergeser ke arah sutrah walau harus berjalan sedikit.

Imam Malik rahimahullah pernah berkata:

إذا كان الرجل خلف الإمام وقد فاته شيء من صلاته فسلم الإمام وسارية عن يمينه أو عن يساره ، فلا بأس أن يتأخر إلى السارية عن يمينه أو عن يساره إذا كان ذلك قريبا يستتر بها , قال : وكذلك إذا كانت أمامه فيتقدم إليها ، ما لم يكن ذلك بعيدا , قال: وكذلك إذا كان ذلك وراءه فلا بأس أن يتقهقر إذا كان ذلك قليلا , قال: وإن كانت سارية بعيدة منه فليصل مكانه ، وليدرأ ما يمر بين يديه ما استطاع

"Orang yang meneruskan rakaatnya yang tertinggal dari imam, tidak mengapa baginya untuk berjalan mendekati tiang yang paling dekat dihadapannya (baik) yang ada disisi kanan, kiri, atau belakang, dia berjalan mundur sedikit. Dengan demikian dia bisa menjadikan tiang ini sebagai sutrah (penghalang). Jika ia terlampau jauh dari tiang, maka dia tetap berdiri di tempatnya dan berupaya keras menghalangi (bila ada orang yang akan melintasinya dengan sekuat tenaga)." (Al Mudaawanah I:102).

Syaikh Al Albani rahimahullah juga menyatakan dianjurkannya hal ini. Lihat dalam bentuk soal jawab antara beliau dengan seorang penanya dalam masalah ini yang dimuat dalam situs resmi beliau. http://www.alalbany.me/play.php?catsmktba=12054

Syaikh bin Baaz rahimahullah pernah ditanya:

أرى البعض من الشباب إذا سلم الإمام من الصلاة وبقي على هذا الشاب بعض الركعات فإنه يتقدم بعض الخطوات إلى الأمام؛ لكي يمنع المارين عن المصلين الآخرين، فهل فعله هذا صحيح، وهل خطواته تلك تبطل الصلاة ؟

"Saya melihat sebagian dari para pemuda jika imam telah salam dari shalatnya, sementara pemuda ini melanjutkan raka'atnya yang tertinggal, maka si pemuda tadi maju beberapa langkah mendekati imam (untuk dijadikan sutrah baru -pent). Namun sebagian lain orang yang dilintasi dia mencegah hal yang demikian. Apakah yang dilakukan pemuda itu benar? Dan apakah melangkah kaki beberapa langkah tersebut membatalkan shalatnya ?

Syaikh bin Baaz Rahimahullah menjawab:

 لا يضره إن شاء الله، خطوات يسيرة حتى يمر الناس من وراءه لا يضره ذلك إن شاء الله إن كان بقي عليه صلاة قضى، لكن كونه يبقى في مكانه ويصلي في مكانه الحمد لله، أولى من التقدم.

"Gerakan melangkah (untuk mencari sutrah baru itu) tidak membatalkan shalatnya. Melangkah sedikit sehingga orang-orang bisa lewat di belakang orang yang shalat, ini tidak membatalkan shalatnya, insya Allah. Jika masih ada raka’at yang tersisa, maka sempurnakanlah. Namun jika ia tetap pada tempatnya, shalat tetap pada tempatnya, Walhamdulillah, ini lebih utama daripada melangkah". http://www.binbaz.org.sa/noor/5557

Kesimpulan, bagi seorang yang masbuq atau orang yang sutrahnya berjalan seperti pada kasus yang menjadikan punggung orang yang dihadapannya sebagai masbuq, namun kemudian orang yang dijadikan sutrah tersebut pergi, maka dianjurkan baginya untuk melangkah mendekati yang bisa dijadikan sutrah baginya. Dengan syarat bila tidak melangkah terlalu jauh.

Adapun hal itu dilakukan maka langkah terlalu banyak, maka cukup baginya dia tetap ditempat shalatnya itu dan tidak usah mencari sutrah baru, namun tetap dengan berupaya keras menghalangi orang yang melintas dihadapannya sekalipun tidak ada lagi sutrah dihadapannya.

Walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin, wa shallallahu ‘alaa Muhammadin.

🔰 Manhaj_salaf1

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram     : http://t.me/Manhaj_salaf1
📱 Whatshapp  : 089665842579
🌐 Web              : dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram    : bit.ly/ittibarasul1
🇫 Fanspage      : fb.me/ittibarasul1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Bab Sutrah Untuk Orang Yang Shalat (Bagian 3)"