Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Macam-Macam Walimah






Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah

Boleh jadi kita sering mendengar orang yang menempati rumah baru atau memiliki kendaraan baru, maka mereka mengadakan tasyakuran, atau bahkan boleh jadi kita sendiri pernah mengalaminya, atau bisa juga kita pernah diundang orang untuk menghadiri tasyakuran tersebut. Ini semua termasuk walimah.

Pengertian walimah itu kata Imam Ibnu Hajar rahimahullah:

الوليمةُ هي كلُّ طعامٍ يُصنعُ لِسُرورٍ حادثٍ مِن نكاحٍ أو ختانٍ أو زواجٍ وغيرِ ذلِك مِنَ المناسباتِ، والمشهورُ عند إطلاقِها أنَّها تكونُ على وليمةِ العرس والزَّواجِ.

"Walimah adalah setiap yang di dalamnya disediakan hidangan makanan untuk menampakkan rasa kegembiraan karena meraih sesuatu yang baru, baik karena nikah, khitan, atau hal semacam itu. Hanya saja kalau istilah walimah disebut secara mutlak, maka itu yang dimaksudkan adalah walimatul ‘urs atau walimah pernikahan". (Fathul Baari IX:290)

Secara garis besar walimah terbagi menjadi tiga macam diantaranya:

1) Walimah yang ditetapkan oleh Syari’at.

Contohnya, walimatul ‘urs (mengundang orang makan untuk pesta pernikahan) dan walimah aqiqah/nasikah (mengundang orang makan-makan untuk syukuran kelahiran anak pada hari ke tujuh dari kelahirannya).

2) Walimah kematian. 

Seperti mengundang orang makan-makan di tempat orang yang terkena musibah biasanya kematian. Di Indonesia ini disebut tahlilan. Ini hukumnya haram.

Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan:

وَأَكْرَهُ الْمَأْتَمَ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ وَإِنْ لم يَكُنْ لهم بُكَاءٌ فإن ذلك يُجَدِّدُ الْحُزْنَ

"Dan saya tidak menyukai Al Ma’tam, yaitu berkumpulnya orang-orang (di tempat mayit) meskipun di sana tidak ada tangisan. Karena yang demikian akan memperbaharui perasaan sedih". (Al Umm I:279)

3) Walimah berdasarkan kebiasaan/adat yang bertujuan menampakkan kegembiraan/rasa syukur.

Contohnya, walimah dengan mengundang orang untuk makan-makan karena rasa syukur setelah dia bisa membuat atau membeli rumah atau kendaraan baru, setelah mengkhitan, setelah lulus kuliah, setelah lepas dari bahaya, dan lain sebagainya.

Walimah jenis ke tiga ini yang ingin ana fokuskan pembahasannya pada kali ini. Walimah jenis ketiga ini sangat variatif.

Berikut beberapa istilah walimah yang berdasarkan adat diantaranya:

1) Walimah Wakiirah, yaitu walimah untuk mengungkapkan rasa syukur memiliki rumah baru.
2) Walimah An Naqii’ah yaitu walimah setelah pulang dari perjalanan jauh/lama.
3) Walimah Al I’dzaar/walimah khitan yaitu walimah setelah atau saat mengkhitankan anak.
4) Walimah Al Khurs yaitu walimah setelah dikarunia anak. Dan lain-lain.

(Lihat ini dalam Fathul Baari karya Ibnul Hajar rahimahullah IX:149-150, Al Bahru ar Rai’iq, karya Ibnu Nujaim rahimahullah VII:302, Al Muhadzdzab karya as Syairazi rahimahullah II:63-64. Dan lain-lain)

Dalam Mausu’ah Al Fiqhiyyah disebutkan definisi Walimah Wakiirah adalah:

هُوَ الطَّعَامُ الَّذِي يُتَّخَذُ عِنْدَ الْفَرَاغِ مِنْ بِنَاءِ الدُّورِ فَيُدْعَى إِلَيْهِ

"Makanan yang disediakan setelah selesai membangun rumah baru, lantas si pemilik rumah mengundang orang untuk memakan hidangannya tersebut". (Mausu’ah Al Fiqhiyyah Juz: 45, hal.115)

Yang jadi masalah ini apakah walimah-walimah adat yang diluar walimah kematian itu bid’ah?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

إذا دعا أحدُكم أخاهُ فليُجِب عرسًا كانَ أو نحوَهُ

"Apabila salah seorang di antara kalian mengundang (walimah) saudaranya, hendaklah ia memenuhinya baik undangan pernikahan atau (walimah) yang semisalnya". [HSR. Muslim no.1429 dan Abu Dawud no.3738. Dan lain-lain]

Dalam hadits shahih di atas Nabi jelas menunjukkan disyari'atkannya memenuhi walimatul ‘urs maupun selainnya. Ini menunjukkan bahwa walimah itu bukan hanya walimatul ‘urs saja, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tak melarangnya bahkan mensyari'atkan menghadirinya.

Contoh, walimah semacam ini adalah salah satu adat Nabi setelah pulang safar beliau melakukan walimah.

Dari Jabir bin Abdillah radhhiallahu ‘anhuma menceritakan:

أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ لمَّا قَدِمَ المدينةَ ، نحرَ جزورًا أو بقرةً

"Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika pulang dari safar dan masuk ke Madinah, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih unta atau sapi (untuk dijadikan walimah)". [HSR. Bukhari no.3089]

Ingat, hadits di atas tak mengkhususkan safar dari haji, tetapi safar umum.

Hanya saja perlu diingat, bolehnya walimah adat ini memiliki beberapa persyaratan penting, yang terpenting diantaranya adalah:

1) Jangan dibiasakan.
2) Jangan dianggap bagian ibadah yang seakan kalau tak diamalkan tak afdhal.
3) Jangan mencela bagi yang tak melakukannya.
4) Tak boleh dengan melakukan perkara munkar/maksiat, seperti ada musik dan lain sebagainya.
5) Tidak berlebih-lebihan apalagi sampai memboroskan harta.
6) Dan yang lebih penting diperhatikan di zaman kita saat ini adalah tak boleh disusupi praktik bid’ah apalagi kesyirikan.

Contoh, kalau kendaraan baru kendaraannya disirami dulu air bunga. Kalau rumah baru diadzani dulu. Kalau rumah baru didalam acaranya dibacakan baca Yasin bersama atau tahlilan, atau perkara bid’ah lainnya yang harus diwaspadai. Jika lepas dari semua itu, maka insya Allah menghadiri atau mengadakan tasyakuran adat semacam ini boleh.

Berikut ana tambahkan dua fatwa Ulama terkait masalah ini sebagai pemantap jiwa dan penambah penjelasan.

Fatwa Syaikh Fauzan hafizhahullah beliau termasuk Kibaarul Ulama dalam masalah walimah rumah baru:

لا بأس بعمل الوليمة بمناسبة النزول في بيت جديد لجمع الأصدقاء والأقارب إذا كان هذا من باب الفرح والسرور، أما إن صاحب ذلك اعتقاد أن هذه الوليمة تدفع شر الجن، فهذا العمل لا يجوز، لأنه شرك واعتقاد فاسد، أما إذا كان من باب العادات فلا بأس به

"Tidak mengapa mengadakan walimah karena menempati rumah baru dengan mengumpulkan teman dekat dan kaum kerabat jika hal ini bermaksud berbagi kegembiraan. Tetapi bila penyelenggaraan acara ini berkeyakinan bahwa walimah ini dapat mencegah kejahatan jin, maka ini perbuatan yang tidak dibolehkan, karena termasuk kesyirikan dan keyakinan yang rusak. Adapun jika termasuk hal yang terkait adat (bukan ibadah mahdhah) maka yang demikian tak mengapa". (Al Muntaqa min Fatawa Al Fauzan XVI:94)

Fatwa Syaikh bin Baaz rahimahullah terkait walimah setelah pulang haji:

ومثل ذلك ما يفعله بعض الناس عند القدوم من السفر يدعو أقاربه وجيرانه شكرا لله على السلامة فإن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا قدم من سفر نحر جزورا ودعا الناس لذلك عليه الصلاة والسلام

"Dan semisal dengan itu adalah apa yang dilakukan sebagian orang ketika baru pulang dari safar ia mengundang para kerabat dan tetangga sebagai bentuk syukur kepada Allah karena diberi keselamatan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika beliau pulang dari safar maka beliau menyembelih unta dan mengundang manusia untuk mencicipi hidangan tersebut". https://www.binbaz.org.sa/fatawa/1846

Catatan, walau demikian hendaklah kebiasaan semacam ini (walimah setelah haji) tak dilakukan rutin, karena khawatir orang awam lama-kelamaan akan menganggap ini bagian syari’at, terlebih lagi para Shalafush Shalih pun tak kita dengar melakukan hal ini. Maka pertimbangkan dengan baik perkara ini.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

_____
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

Group WhatsApp: wa.me/62895383230460

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Macam-Macam Walimah"