Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Antara Kita, Ego, Perasaan, Dan Cara Beragama




Oleh Ustadz Abu Abd rahman bin Muhammad Suud Al-Atsary hafidzhahullah

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

الذين يبلغون رسالات الله و يخشونه و لا يخشون أحدا إلا الله

"Orang-orang yang menyampaikan risalah (ajaran) Allah dan mereka hanya takut kepada-Nya, dan tidak sedikitpun mereka takut kecuali kepada Allah". (QS. Al-Ahzab: 39)

Juga di dalam firman-Nya:

فبما رحمة من الله لنت لهم و لو كنت فظا غليظ القلب لا نفضوا من حولك فاعف عنهم و استغفر لهم و شاورهم في الأمر

"Maka, demikianlah karena karunia dari Allah semata engkau bisa bersikap lemah lembut, sekiranya engkau bersikap keras hati tentu mereka akan menjauh darimu, maka maafkan mereka dan mohonkan ampunan bagi mereka dan bermusyawarah dengan mereka di sebagian urusan". (QS. Ali Imran: 159)

Juga di dalam firman-Nya:

و كذلك جعلناكم امة و سطا

"Dan demikianlah, Kami jadikan kalian (ummat Islam) ummat yang pertengahan". (QS. Al-Baqarah: 143)

Di riwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhu:

اتبوا و لا تبتدعوا فقد كفيتم

"Ikutilah saja dan jangan membuat-buat ajaran baru, karena kalian telah di cukupkan (ajaran agama ini)".

Di riwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda:

إن الدين يسر و لن يساد الدين إلا غلبه فسددوا و قاربوا  و ابشروا


"Sesungguhnya agama ini mudah, dan tiada seorang bersikap berlebihan kecuali ia akan di kalahkan, maka bersungguh-sungguhlah dan mendekatlah, serta bergembiralah". [HR. Bukhari]

Sebuah anugerah yang besar, ketika seseorang diberikan hidayah Islam oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan tidak hanya sekedar Islam, namun Islam di atas sunnah.

Manakah diantara nikmat itu yang lebih besar dari nikmat lainnya ?

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إني ارسلت بحنفية سمحة

"Sesungguhnya aku di utus dengan membawa agama yang Hanif (mengajarkan tauhid) lagi Samhah (mudah menjalankannya)". [HR. Ahmad]

Adakah agama yang lebih tinggi nilainya, lebih baik syariatnya, lebih unggul ajarannya, dan lebih Rahmat terhadap makhluk dari pada Islam ?! Adakah ajaran yang mengungguli aqidahnya Islam, adabnya Islam, dan ibadah serta muamalahnya Islam ?!

Inilah Islam yang menyerukan kepada peribadatan kepada Allah semata, meneladani Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam ibadah dan muamalah dan mengajarkan kepada adab dan akhlak yang mulia lagi tinggi.

Maka setelah semua ini, setelah kita menerima hidayah yang besar, maka tidak ada jalan lain, kecuali kita mengikuti jalan generasi terbaik ummat ini, yakni Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Shahabatnya radhiallahu 'anhum dengan segala keistiqamahan dan keteladanan yang baik.

Betapa hari ini, kita temui sedikit sekali orang-orang yang istiqamah dan juga berusaha kuat mengamalkan manhaj ini secara baik dan terarah, kecuali yang di rahmati Allah. Yang ada, sebagian besar kaum muslimin, mereka menyia-nyiakan ajaran yang agung ini, mengalihkan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Shahabat kepada isme-isme, kelompok Hizbiyah dan fanatisme sempit, serta individu dan dirinya sendiri.

Keluasan Islam menjadi kesempitan, kasih sayang Islam menjadi kungkungan adat dan fanatisme dan kelonggaran Islam menjadi sikap ekstrim dan berlebihan. Maka, kami ingin sedikit memberikan nasihat kepada orang-orang yang komitmen kepada Islam, kepada para pemuda yang akan melanjutkan estafet perjuangan, dan orang-orang yang menghabiskan umurnya dalam dakwah dan perbaikan ummat.

Kepada orang-orang yang memiliki cita-cita tinggi, yang menghindari kerendahan, orang-orang yang memiliki dada yang luas, yang tidak menoleh (sibuk) pada dirinya sendiri, namun yang saya maksud adalah orang-orang yang tidak memperdulikan kemaslahatan kecuali bagi Islam dan kaum muslimin.

Hal ini kami (Abu Abd rahman) ingin sampaikan, tidak lain karena banyak di antara sikap kita (sebagai bagian dari ummat Islam) mencederai keindahan Islam itu sendiri, banyak diantara kita ambigu dan tidak memiliki komitmen terhadap agamanya, dan betapa banyak sikap kita justru mencedarai, berbalik nilai, dan bertolak belakang dengan Islam itu sendiri.

Yang ingin kami sampaikan dalam kesempatan ini, banyak diantara kita (saya dan anda) yang beragama dengan ego, perasaan, serta jauh dari tuntunan dan kaidah.

Berikut kami berikan contoh beragama mengikuti ego, hawa nafsu dan perasaan:

1). Mendahulukan adat daripada syariat, atau mendahulukan keputusan organisasi Hizbiyah daripada ketetapan nash.


Sebagian orang kita lihat, Mereka lebih suka menerabos hukum dan tidak memuliakannya, daripada melawan adat istiadat dan kebiasaan jahiliyah. Sebagian orang kita lihat membantah hukum haramnya musik, rokok, bunga bank, dan semisalnya.

Boleh jadi karena adanya maslahat bagi pribadi, atau bertentangan dengan hawa nafsunya atau takut cercaan masyarakat umum. Namun begitu takut (pamali atau kuwalat) untuk menentang adat istiadat.

Bagi mereka, adat kedudukannya melebihi syariat. Bahkan untuk itu, mereka rela menjual dan melakukan apapun demi terlaksananya adat tersebut. Lihat hari ini, mulai lahir, nikah, sampai masuk kubur, ajaran-ajaran adat yang terlihat daripada ajaran Islam.

Ini keadaan yang meliputi masyarakat umum secara khusus. Demikian juga kita melihat, sebagian orang takut menyelisihi keputusan organisasi Hizbiyah daripada tunduk pada hadits yang shahih.

Bagi mereka organisasi adalah agama melebihi nash-nash syar'i. Padahal jelas, keputusan organisasi mereka menyelisihi syariat dan Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa salam.

2). Mendahulukan perasaan dalam menilai syariat dan dalam berdakwah.


Tuntunan syariat telah jelas, adil, dan lurus jauh dari kezaliman dan ketimpangan. Maka yang di kedepankan dalam beragama adalah dalil bukan perasaan. Betapa banyak perasaan menipu pemiliknya, lalu bagaimana bila perasaan di jadikan penilaian baik buruk, salah dan benar.

Contoh yang kita lihat, sebagian orang menolak dakwah dengan keras, karena yang mendominasi dirinya itu sifat lembut. Dan sebaliknya, menolak metode dakwah secara lembut karena karakter dirinya adalah orang yang keras. Padahal syari'at ini bukan masalah keras atau lembut.

Sebagian orang menuduh dakwah Salafy adalah dakwah keras, karena jiwanya telah lama terlelap dalam kelalaian dan penyimpangan, sehingga ketika di sentuh dengan peringatan-peringatan Rabb-Nya, terasa asing, keinginan melawan dan di tuduh dengan keras dan tidak memiliki kelembutan, sementara ia sendiri terombang-ambing dalam madzhab, serba boleh dan serba halal tanpa batasan, sehingga bila ada satu nasihat seakan itu melarang dari kebiasaan buruknya selama ini dan itu baginya tindakan ekstrim. Ini sekedar contoh penerapan.

Kembali pada pembahasan awal. Islam telah menentukan, kapan seseorang boleh bersikap keras atau wajib mengedepankan kelembutan.

Asas asal dakwah adalah kelembutan, namun Islam tidak pernah membiarkan pengikutnya memiliki sikap berlebih-lebihan dalam satu kondisi. Meskipun asal dakwah adalah kelembutan, namun dalam beberapa hal kita wajib keras. Sebagaimana Nabi, beliau membiarkan Badui kencing di masjid. Tapi di satu sisi, beliau marah kepada Shahabat beliau yang dekat, Mu'adz bin Jabal radhiallahu 'anhu saat mengimami manusia dan beliau membaca surah Al-Baqarah.

Atau marahnya beliau terhadap bibit-bibit Khawarij, dengan ucapan beliau, bahwa Khawarij adalah anjing-anjing Neraka.

Boleh jadi bagi seorang yang tidak faham fiqih dakwah, menganggap hal-hal semisal ini adalah tindakan tidak keras dan tidak tegas.

Contoh nyata di saat pandemi, sebagian orang mencela fatwa untuk shalat di rumah dan tidak shalat di masjid, sebagai tindakan takut mati, menelantarkan masjid dan tidak punya ketegasan pada pemerintah. Padahal di sisi lain, Islam mengajarkan menjaga nyawa dan juga kehidupan.

Atau itu sebuah solusi dari pemerintah, bagi yang merasa takut akan wabah dan jika shalat di masjid tidak menerapkan kaidah-kaidah berjamaah. Ini yang tidak mereka fahami.

Sebagian orang yang memiliki karakter lembut, mencela metode dakwah kepada ahli bid'ah, bahwa mentahdzir mereka adalah ghibah. Menjelaskan penyimpangan dianggap tindakan keras dan memecah bela persatuan, iri, dan mencari-cari kesalahan. Semua ini tidaklah benar.

Karena agama kita menjelaskan dan mengajarkan sikap pertengahan. Seorang muslim wajib tau kapan ia mengedepankan kelembutan dan kapan bersikap keras dan tegas. Semua itu di timbang dengan dalil dan nash-nash syar'i, bukan sekedar perasaan dan egoitas.

Tidak ada hak bagi perasaan menilai dan menghakimi satu tindakan keras atau lembut, kecuali di dasari dengan tuntunan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan bagaimana beliau menyikapi satu hal.

Sekali lagi, bukan sebuah sikap bijaksana (bijak sana dan tidak bijak sini) dan lembut, mendiamkan sebuah penyimpangan, bid'ah, dan kemungkaran (meskipun tetap memperhatikan besar kecilnya), sebagian mereka menunjukkan sikap dapat memaklumi penyimpangan dan tidak memberi memakluman yang sama, saat seorang menjelaskan sebuah kemungkaran. Sebagaimana bukan sikap bijak, keras kepada orang awam dan berlaku kasar terhadap mereka.

3). Mengajak orang pada Islam, namun bila di telisiki ia hanya mengajak orang pada dirinya sendiri.


Sebagian orang merasa kecil hati, bersedih, dan marah, ketika seruannya tidak di terima, pengikutnya tidak banyak dan terasa lambat buah dari dakwahnya. Maka, ketika seseorang menemukan pada dirinya sifat dan perasaan semacam ini, wajib ia mengoreksi tujuan dan niatnya.

Seorang yang mendedikasikan dirinya untuk Islam, perjuangan dan dakwah, tidak akan surut meskipun sedikit pengikutnya, tersendat jalannya, dan banyaknya musuh. Baginya, kepentingan agama dan ummat lebih ia kedepankan daripada maslahat dirinya.

Boleh jadi, cercaan, gangguan, dan berbagai ujian yang menjadikan seorang surut dan patah semangat, karena ia hanya berdakwah untuk kemasyhuran dirinya dan mengajak orang lain pada dirinya.

4). Berlebihan dalam menilai, sampai keluar dari keadilan, contoh menganggap satu amaliah itu bid'ah, padahal tidak, atau sebaliknya, karena bersemangat beribadah sehingga tidak lagi melihat dalil-dalil syar'i.


Penjelasan keempat ini, akan kami bahas dalam tulisan, "Kaidah membid'ahkan orang lain". Semoga Allah memudahkan.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

🔰 Manhaj_salaf1

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram: http://t.me/Manhaj_salaf1
🎥 Youtube: http://youtube.com/ittibarasul1
📱 Group WhatsApp: wa.me/62895383230460
📧 Twitter: http://twitter.com/ittibarasul1
🌐 Web: dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram: http://Instagram.com/ittibarasul1
🇫 Facebook: http://fb.me/ittibarasul1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Antara Kita, Ego, Perasaan, Dan Cara Beragama"