Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apa Sikap Terhadap Keluarga Bahkan Orangtua Kita Sendiri Yang Menghalangi Menjalankan Sunnah?






Oleh Ustadz Berik Said hafizhahullah

Boleh jadi banyak ikhwan atau akhawat yang mengalami sikap penentangan keras terutama dari keluarganya saat ia mulai menjalankan sunnah. Bisa masalah jenggot, isbal (melabuhkan kain melebihi mata kaki), cadar, dan seabrek sunnah yang sayangnya masih diingkari oleh orang yang belum paham masalah ini. Semoga Allah memaafkan kita dan mereka, dan mengarahkan kita untuk selalu istiqomah di atas sunnah.

Nah apa yang kita lakukan saat menghadapi situasi seperti ini ?

Berikut tiga panduan penting yang harus dipahami saat menghadapi kondisi ini:

Pertama, tidak diragukan lagi taat kepada orangtua merupakan sebesar-besarnya ketaatan setelah taat kepada Allah. Sebaliknya, ingkar terhadap orangtua merupakan sebesar-besarnya dosa setelah syirik kepada Allah.

Allah Ta'ala berfirman:

اعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

"Sembahlah oleh kalian Allah (saja), dan jangan menyekutukan-Nya dengan apapun, dan berbuat baik kepada kedua orangtua." (QS. An-Nisa 4: 36)

Pada ayat ini Allah meletakkan berbuat baik kepada orangtua hanya satu level di bawah pentauhidan kepada-Nya. Ini menunjukkan betapa dahsyatnya kewajiban berbuat baik dan taat kepada kedua orangtua.

Ada banyak ayat lain yang serupa itu, seperti dalam (QS. Al-Isra: 23-24, dan lain-lain), tak terhitung hadits-hadits shahih yang meletakkan berbuat baik terhadap kedua orangtua, menghormatinya, dan mentaatinya sebagai sebesar-besar ibadah setelah tauhid. Sebaliknya, durhaka kepada kedua orangtua, tak taat kepadanya, sebagai sebesar-besar dosa setelah syirik.

Kedua, hanya saja perlu diingat, ketaatan terhadap kedua orangtua apalagi ketaatan terhadap orang lain hanyalah jika perintah atau harapan orangtua kita itu tidak menyelisih Al Quran, As Sunnah, atau Ijma Salaful Ummat. Adapun jika perintah atau harapan dari kedua orangtua, keluarga atau apalagi orang lain itu menyelisihi rambu-rambu syariat, maka bukan saja tak boleh kita mentaatinya, bahkan mentaati mereka dalam hal yang melanggar syariat adalah dosa besar.

Ada banyak dalil masalah ini. Berikut diantaranya:

وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya." (QS. Luqman: 15)

Ayat ini jelas menunjukkan larangan mentaati kedua orangtua jika perintah tersebut menyalahi syariat terutama melakukan syirik. Namun bukan hanya perkara syirik saja yang tak boleh ditaati, bahkan segala jenis maksiat yang dibawah syirik maka tak boleh ditaati sekalipun yang memerintahkan itu kedua orangtua kita.

Dalil masalah ini cukup banyak, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لا طاعةَ في معصيةِ اللهِ . إنما الطاعةُ في المعروفِ

"Tidak ada kewajiban untuk taat dalam hal bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat)." [HR. Bukhari no. 7252 dan Muslim no. 1840]

Ketiga, tidak boleh taat kepada kedua orangtua dalam hal yang menyelisihi syariat bukan berarti bolehnya memusuhi atau kasar terhadap kedua orangtua.

Ini adalah kaidah yang amat penting, karena banyak diantara saudara-saudara kita ketika ia menolak perintah orangtuanya yang menyelisihi syariat, namun menolaknya dengan kasar bahkan memusuhi kedua orangtuanya.

Demi Allah, ini adalah tindakan ghuluw (berlebihan) dan amat salah.

Tetap wajib bagi kita ketika kita hendak menolak kedua orangtua kita yang memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan syariat, kita harus menolaknya sesopan mungkin, sehalus mungkin, dan tetap meletakkan rasa cinta dan hormat kepada keduanya.

Bahkan, jangankan jika orangtua kita menyuruh maksiat yang di bawah kesyirikan, lebih dari itu jika kedua orang tua kita pun memerintahkan kita kepada perbuatan syirik maka tetap wajib bagi kita untuk mengingkarinya selembut mungkin dan tetap berbuat baik kepada kedua orangtua kita.

Perhatikan ayat berikut:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik." (QS. Luqman: 15). Ayat yang serupa di atas terdapat juga dalam (QS. Al-Ankabut: 8).

Alangkah bagusnya apa yang disampaikan oleh Syaikh As Sa’di rahimahullah saat menafsirkan ayat di atas beliau mengatakan:

ولم يقل: "وإن جاهداك على أن تشرك بي ما ليس لك به علم فعقهما" بل قال: {فَلا تُطِعْهُمَا} أي: بالشرك، وأما برهما، فاستمر عليه، ولهذا قال: {وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا} أي: صحبة إحسان إليهما بالمعروف، وأما اتباعهما وهما بحالة الكفر والمعاصي، فلا تتبعهما.

Allah Ta’ala tidak mengatakan: "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka durhakailah keduanya." Namun Allah Ta’ala katakan: "janganlah mentaati keduanya", yaitu dalam berbuat syirik. adapun dalam masalah berbuat baik pada kedua orangtua tetaplah harus ada. Karena selanjutnya Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Pergaulilah keduanya di dunia dengan baik." Adapun mengikuti mereka dalam kekufuran dan maksiat, maka jangan ikuti keduanya. (Selesai kutipan perkataan Syaikh as Sa’di rahimahullah dalam Tafsirnya Taysiir Kariimir Rahmaan hal. 648).

Ada satu kisah bagus terkait apa yang menjadi Asbabun Nuzul (sebab-sebab diturunkannya) ayat di atas.

Hadits ini bersumber dari Mush’ab bin Sa’ad, dari ayahnya (Sa’ad) radhiallahu anhu:

حَلَفَتْ أُمُّ سَعْدٍ أَنْ لاَ تُكَلِّمَهُ أَبَدًا حَتَّى يَكْفُرَ بِدِينِهِ وَلاَ تَأْكُلَ وَلاَ تَشْرَبَ. قَالَتْ زَعَمْتَ أَنَّ اللَّهَ وَصَّاكَ بِوَالِدَيْكَ وَأَنَا أُمُّكَ وَأَنَا آمُرُكَ بِهَذَا. قَالَ مَكَثَتْ ثَلاَثًا حَتَّى غُشِىَ عَلَيْهَا مِنَ الْجَهْدِ فَقَامَ ابْنٌ لَهَا يُقَالُ لَهُ عُمَارَةُ فَسَقَاهَا فَجَعَلَتْ تَدْعُو عَلَى سَعْدٍ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِى الْقُرْآنِ هَذِهِ الآيَةَ (وَوَصَّيْنَا الإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا) (وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِى) وَفِيهَا (وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوفًا)

"Ummu Sa’ad (beliau adalah Ibunya Sa’ad -pent) bersumpah tidak akan mengajaknya bicara selamanya sampai dia (anaknya itu) kafir dari agamanya. Dan dia juga tidak akan makan dan minum. Ibunya berkata: ‘sesungguhnya Allah mewasiatkan kepadamu agar berbakti kepada kedua orangtuamu, dan aku adalah ibumu, saya selaku orangtua perintahkan kamu untuk berbuat itu (murtad). 'Sa’ad berkata: “Lalu Ummu Sa’ad diam selama tiga hari yang akhirnya ia jatuh pingsan karena kecapekan. Kemudian datanglah anaknya yang bernama Amaroh, lantas memberi minum padanya. Tetapi ibunya lantas mendoakan (kejelekan) pada Sa’ad. Lalu Allah menurunkan ayat:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا

"Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya." (QS. Al-Ankabut: 8). Dan ayat:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي

"Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku." (QS. Luqman: 15). Yang di dalamnya terdapat firman Allah:

وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

“Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik." (QS. Luqman: 15). Lalu beliau menyebutkan lanjutan hadits.

Ya Allah, alangkah bagusnya kisah di atas. Wahai saudaraku khususnya kalangan salafiyyin dan salafiyyat....

Di manakah posisimu atas orangtuamu saat ini ?

Jangankan engkau menolak dengan halus saat orangtuamu memerintahkan berbuat syirik atau maksiat, bahkan yang lebih parah, di kala orangtuamu benar pun kita sering menolak ketaatan kepadanya, bicara kasar padanya serta membuat air matanya berderai.

Wallahi tidakkah kita malu? Tidakkah kita takut kepada Allah atas besarnya hak orangtua kepada kita?

رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

"Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)". (QS Ibrahim: 41)

Kesimpulan

  • Taat kepada orangtua adalah ibadah terbesar setelah mentauhidkan kepada Allah
  • Taat kepada orang tua apalagi selain mereka hanya boleh dalam perkara yang ma’ruf (perkara yang sejalan dengan syariat)
  • Jika perintah orang tua itu menyelisihi syariat, seperti dilarang memanjangkan jenggot, harus melepas hijab syar’i, dan sebagainya wajib menolaknya. Hanya saja penolakan ini harus tetap dilakukan sehalus mungkin dan tidak boleh kasar.
  • Penolakan hanya terbatas untuk perkara yang menyelisihi syariat saja.


Walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin, wa shallallahu ‘alaa Muhammadin ...

🔰 @Manhaj_salaf1

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram     : http://t.me/Manhaj_salaf1
📱 Whatshapp : 089665842579
🌐 Web              : dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram    : bit.ly/ittibrasul1
🇫 Fanspage      : fb.me/ittibrasul1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Apa Sikap Terhadap Keluarga Bahkan Orangtua Kita Sendiri Yang Menghalangi Menjalankan Sunnah?"