Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Mencampuri Istri Yang Telah Bersih Dari Haid Namun Belum Mandi Wajib






Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah

Tak ada perselisihan di kalangan Ulama bahwa mencampuri istri yang sedang haid adalah haram. Pernyataan Ijmanya para Ulama atas haramnya mencampuri istri yang sedang haid diantaranya dikatakan oleh, Ibnu Jarir rahimahullah dalam tafsirnya [IV:381], Ibnu Mundzir rahimahullah dalam al Austah [II:214], Ibnu Hazm rahimahullah dalam al Muhalla  [I:380] dan lain-lain.

Bahkan Imam Nawawi rahimahullah menyatakan: ”Siapa yang menyatakan bolehnya mencampuri wanita yang sedang haid maka dia murtad." (Lihat Syarah Shahih Muslim III:204).

Haramnya mencampuri istri yang sedang haid itu dijelaskan pula oleh Al Quran pada ayat berikut:

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ

“Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.“ (QS. Al-Baqarah: 222)

Ayat di atas tegas menunjukkan dilarangnya mencampuri istri sebelum mereka suci.

Nah, sekarang yang menjadi masalah adalah, hukum mencampuri istri yang telah suci dari haid, namun belum sempat mandi besar. Ini masih menjadi khilaf (perselisihan) di kalangan Ulama.

Yang jadi masalah pengertian suci pada ayat di atas secara garis besar bisa bermakna dua kemungkinan.

Kemungkinan pertama, Berhenti dari haidnya sekalipun belum mandi besar. Ini bisa dikatakan telah suci.
Kemungkinan kedua, Bukan sekedar haidnya berhenti, tetapi harus sudah mandi dari haidnya/mandi besar.

Pertanyaannya: Kemanakah maksud suci yang dimaukan pada ayat di atas?

Jumhur (mayoritas) Ulama berpendapat bahwa suci yang dimaksudkan pada ayat di atas adalah bukan sekedar bersih dari haidnya, namun juga telah mandi besar. Ini adalah pendapat dari Madzhab Maliki (al Mudawwanatul Kubro I:137), Syafi’i (Nihaayatul Muhtaaj I:333), Hanbali (al Mughni I:245). Ini juga pendapat sejumlah Ulama senior tabi'in dan Ulama setelahnya semisal, Al Hasan, An Nakha’i, Makhul, Sulaiman bin Yasaar, Ikrimah, Mujaahid, dan lain-lain rahimahullah (Periksa Syarah Shahih Bukhari karya Ibnu Bathol rahimahullah I:408)

Insya Allah, pendapat Jumhur jauh lebih dekat kepada kebenaran dalam masalah ini.

Alasannya, ayat di atas selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: haid itu adalah suatu kotoran. Oleh karena itu hendaklah engkau menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci (yathurna). Apabila mereka telah suci (tathohharna), maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Ayat di atas saat menyebutkan kata bermakna suci sebanyak dua kali.

Kata suci pertama menggunakan redaksi: يَطْهُرْنَ (silahkan baca lagi ayat di atas -pent.) yang arti dari yathurna ini adalah berhentinya darah haid. Ini hanya menunjukkan batasan wanita dianggap telah masuk masa suci, yakni suci berhentinya haid. Belum berarti mereka bisa dicampuri.

Kapan bisa dicampuri ? 

Nah, selanjutnya sambungan ayat menggunakan redaksi suci dengan kata تَطَهَّرن yang diartikan ”yang benar-benar telah mandi besar dan bukan sekedar telah suci dari haid." (silahkan rujuk pada: Tafsir al Baghowi I:259)

Sama seandainya wanita telah suci dari haid, dia tetap tak boleh shalat tentunya sampai dia pun mandi besar.

Kesimpulan, Mencampuri istri yang walau telah bersih dari haid tapi belum mandi besar adalah haram. Hanya saja kalau misalkan wanita tersebut setelah bersih dari haid ia sakit dan belum bisa mandi, atau tidak mendapatkan air untuk mandi besar, sementara suaminya menginginkannya, maka boleh wanita dalam kondisi tersebut untuk tayamum terlebih dahulu. Demikian dikatakan oleh Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsirnya [I:441].

Walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin, wa shallallaahu ‘alaa Muhammadin.

🔰 @Manhaj_salaf1

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram     : http://t.me/Manhaj_salaf1
📱 Whatshapp  : 089665842579
🌐 Web              : dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram    : bit.ly/ittibarasul1
🇫 Fanspage      : fb.me/ittibarasul1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Hukum Mencampuri Istri Yang Telah Bersih Dari Haid Namun Belum Mandi Wajib"