Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keutamaan Uban Dan Larangan Mencabutnya






Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah

Hadits Pertama, Abdullah bin Amru radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:

الشَّيْبُ نُورُ المُؤْمِنِ, لَا يَشِيبُ رَجُلٌ شَيْبَةً فِي الإِسْلَامِ إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِكُلِّ شَيْبَةٍ حَسَنَةٌ وَرُفِعَ بِهَا دَرَجَةٌ

"Uban adalah cahaya bagi seorang mu'min, tidak ada seorangpun yang memiliki sehelai uban dalam keislamannya, kecuali setiap lebat uban akan dicatat sebagai kebaikan dan akan diangkat derajatnya". [HR. Abu Dawud no. 4202, Ibnu Majah no. 3721, Baihaqi dalam Su’abul Iman no. 5970,dll dengan sedikit perbedaan redaksi]

Kata Ahmad Syakir rahimahullah dalam tahqiqnya atas Musnad Ahmad 6692, Shahih, kata Al Albani rahimahullah dalam as Shahihah 1243, Hasan.

Hadits Kedua, Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لا تنتِفوا الشَّيبَ فإنَّه نورٌ يومَ القيامةِ ومَن شاب شيبةً في الإسلامِ كُتِب له بها حسنةٌ وحُطَّ عنه بها خطيئةٌ ورُفِع له بها درجةٌ

“Jangan sekali-kali mencabut uban, karena uban adalah cahaya pada hari kiamat (bagi orang beriman -pent). Dan bangsiapa memiliki sehelai uban saja dalam Islam, maka akan dicatat baginya kebaikan, dihapus baginya kesalahan dan akan diangkat derajatnya." [HR. Ibnu Hibban no.2985. Kata Al Albani rahimahullah dalam Shahih At-Targhib 2096, Hasan Shahih]

Hadits Ketiga, Fudhalah bin Abid radhiallahu 'anhu menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

مَنْ شَابَ شَيْبَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَانَتْ نُورًا لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَ رَجُلٌ عِنْدَ ذَلِكَ فَإِنَّ رِجَالًا يَنْتِفُونَ الشَّيْبَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ شَاءَ فَلْيَنْتِفْ نُورَهُ

"Barangsiapa memiliki uban walau hanya sehelai di jalan Allah, maka uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat". Lantas ada seorang laki-laki yang saat mendengar hadits ini di situ langsung berkata: "Banyak orang yang mencabuti ubannya". Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Siapa yang berkeinginan, maka silahkan dia memotong cahayanya". [HR. Ahmad no. 23.952, Al-Bazaar no.3755, Thabrani no.782 dengan sedikit perbedaan redaksi. Kata Al-Albani rahimahullah dalam Shahih At-Targhib 2092, Hasan]

Apakah Uban Yang Dilarang Dicabut Ini Uban Yang Ada Di Kepala Saja?

Berkata Syaikh Al-Mubarakfuri rahimahullah:

أي الشعر الأبيض من اللحية أو الرأس

"Yakni rambut putih baik yang terdapat di jenggot maupun di kepala." (Tuhfatul Ahwadzi VII:238)

Sementara Syaikh Muhammad Abdul Lathif hafidzhahullah menandaskan bahwa uban di sini mencakup uban yang terdapat pada kumis, jenggot, alis dan kepala. (Al-Jaami’ li Ahkaamis Sholat I:219)

Hukumnya Makruh Atau Haram ?

Sebelum menjawab masalah ini perhatikan hadits berikut, dari Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

لعنَ اللهُ…. والنامِصَةَ ، والمتنمِّصَةَ

“Allah melaknat An-Nashimah (orang yang mencabut rambut/uban pada wajah dan jenggot) dan yang minta dicabut." [Kata Al-Albani rahimahullah dalam as Shahihah 5094, Shahih]

Pada hadits ini menunjukkan bahwa yang akan dilaknat adalah mencabut uban yang ada pada wajah dan jenggot

Atas dasar itu Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum mencabut uban pada jenggot.

Beliau menjawab:

أما من اللحية أو شعر الوجه فإنه حرام؛ لأن هذا من النمص، فإن النمص نتف شعر الوجه واللحية منه ، وقد ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه لعن النامصة والمتنمصة… أما إذا كان النتف من شعر الرأس فلا يصل إلى درجة التحريم لأنه ليس من النمص انتهى

"Adapun (mencabut) rambut pada jenggot atau rambut pada wajah, maka hukumnya haram, karena ini termasuk An-Namsh. An-Namsh adalah mencabut rambut yang tumbuh di wajah dan di jenggot. Telah shahih terdapat hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang mencabut rambut pada wajah dan jenggot dan yang minta dicabutkan, melaknat orang yang mencabut rambut wajah dan meminta dicabutkan. Adapun mencabut uban pada rambut tidak sampai pada tingkatan haram karena tak termasuk Namsh". (Majmu’ Fatawa al ‘Utsaimin XI23)

Tetapi Imam Nawawi rahimahullah setelah menukil pendapat ulama kalangan Syafi’iyyah yang menyatakan bahwa hal ini makruh, beliau pada ujungnya berkata:

وَلَوْ قِيلَ: يَحْرُمُ لِلنَّهْيِ الصَّرِيحِ الصَّحِيحِ لَمْ يَبْعُدْ , وَلَا فَرْقَ بَيْنَ نَتْفِهِ مِنْ اللِّحْيَةِ وَالرَّأْسِ

"Dan kalaupun dikatakan diharamkan dikarenakan larangan pada hadits ini jelas dan shahih, maka tidaklah telalu jauh dan tidak ada perbedaan, apakah mencabut uban yang ada pada jenggot maupun kepala". (Al-Majmu I:344)

Zhahir hadits tentang keutamaan dan larangan mencabut uban agaknya lebih mendekati kepada haram. Sebagai Ihtiyath maka, terlepas dari makruh atau haram, maka hendaklah jangan sekali-kali mencabut uban baik yang ada di wajah, jenggot maupun kepala.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

____
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Telegram: http://t.me/Manhaj_salaf1
Youtube: http://youtube.com/ittibarasul1
Group WhatsApp: wa.me/62895383230460
Twitter: http://twitter.com/ittibarasul1
Web: dakwahmanhajsalaf.com
Instagram: http://Instagram.com/ittibarasul1
Facebook: http://fb.me/ittibarasul1
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

1 komentar untuk "Keutamaan Uban Dan Larangan Mencabutnya "

  1. Assalamu alaikum.. Umur saya 27 tahun. Dan saya memiliki banyak uban.. Saya pernah mendengar ceramah seorang ustadz yang mengatakan uban di kepala seseorang itu dikarenakan sifat hasad atau iri terhadap nikmat yg dimiliki orang lain. Dalilnya karena nabi muhammad sallallahu 'alaihi wa sallam cuma memiliki 3 lembar uban ketika wafat dan juga merupakan pendapat mayoritas ulama. Apakah betul seperti itu.. Karena bertentangan dengan penjelasan diatas ? Serta bagaima hukum mewarnai uban.. Mohon penjelasannya.. Jasakallakhairan

    BalasHapus

Berkomentarlah dengan bijak