Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Seputar Bersin Ketika Sedang Shalat







Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah

Apakah membaca hamdalah saat bersin di tengah-tengah shalat juga disunnahkan baik dalam shalat berjama’ah maupun dalam shalat sendirian ?

Dan bagaimana bila bersin saat membaca ayat Al-Quran dalam shalat, apakah boleh diselingi dengan membaca hamdalah ?

Lalu apakah dalam shalat berjama’ah saat kita mendengar orang yang bersin membaca alhamdulillah, apakah kita disunnahkan mentasymitkannya (membaca yarhamukallah) ?

Jawabannya, perhatikan hadits berikut:

رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ الزُّرَقِيُّ  قَالَ صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَطَسْتُ، فَقُلْتُ: الحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، مُبَارَكًا عَلَيْهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصَرَفَ، فَقَالَ: «مَنِ المُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ؟»، فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ، ثُمَّ قَالَهَا الثَّانِيَةَ: «مَنِ المُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ؟»،

"Rifa'ah bin Rafi Az Zaraqi radhiallahu 'anhu mengisahkan: “Aku pernah shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (makmum), lalu aku bersin, maka aku mengucapkan: "Alhamdulillahi hamdan katsira thayyiban mubaarakan fiihi mubaarakan 'alaihi kamaa yuhibbu rabbuna wayardlaa (segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik, diberkahi di dalamnya serta diberkahi di atasnya, sebagimana Rabb kami senang dan ridha).” Maka saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat, beliau berpaling ke arah kami seraya bertanya: “Siapa yang tadi berbicara waktu shalat ?”. Ternyata tak ada seorang pun dari kami yang menjawab, beliau kembali bertanya untuk yang kedua kalinya : “Siapa yang  tadi berbicara waktu shalat ?”

فَلَمْ يَتَكَلَّمْ أَحَدٌ، ثُمَّ قَالَهَا الثَّالِثَةَ: «مَنِ المُتَكَلِّمُ فِي الصَّلَاةِ؟» فَقَالَ رِفَاعَةُ بْنُ رَافِعٍ ابْنُ عَفْرَاءَ: أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «كَيْفَ قُلْتَ؟»، قَالَ: قُلْتُ: الحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ مُبَارَكًا عَلَيْهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، الحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ مُبَارَكًا عَلَيْهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ ابْتَدَرَهَا بِضْعَةٌ وَثَلَاثُونَ مَلَكًا، أَيُّهُمْ يَصْعَدُ بِهَا»
 
Maka (kembali) tak ada seorang pun dari kami yang menjawab. Beliau lalu kembali bertanya untuk yang ketiga kalinya : “Siapa yang berbicara waktu shalat ?”. Maka Rifa’ah bin Rafi Ibnu Afra radhiallahu 'anhu menjawab: “Aku wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Beliau bertanya, “Apa yang engkau ucapkan tadi ?” Aku (Rifa’ah radhiallahu 'anhu) menjawab: “Aku mengucapkan "Alhamdulillahi hamdan katsira thayyiban mubaarakan fiihi mubaarakan 'alaihi kaama yuhibbu rabbuna wayardlaa (segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik, diberkahi di dalamnya serta diberkahi di atasnya, sebagimana Rabb kami senang dan ridha)". Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menimpali: “Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sungguh lebih dari tiga puluh malaikat saling berebut untuk membawa naik kalimat tersebut". [HR. Tirmidzi no.404, Abu Dawud no.773, Nasa’i no.931. Kata al Hafizh rahimahullah dalam Takhrij Misykaatul Mashabih I:443: hasan]

Kata Al Albani dalam shahih Tirmidzi no.404 dan shahih Nasa’i no.930: hasan, sementara dalam Takhrij Misykaatul Mashabinya no.951 beliau menyebutnya: shahih.

Al Hafizh rahimahullah berkata:

واستدل بأمر العاطس بحمد الله أنه يشرع حتى للمصلي. وبذلك قال الجمهور من الصحابة والأئمة بعدهم، وبه قال :مالك ,والشافعي وأحمد.

"Dan telah berdalil agar orang yang bersin tetap membaca hamdalah dan bahkan hal itu disyari'atkan bagi orang yang sedang shalat sekalipun. Dan hal itu adalah pendapat mayoritas kalangan Shahabat radhiallahu 'anhum dan para Imam setelah mereka. Ini juga pendapatnya Malik, Syafi’i, dan Ahmad rahimahullah". (Fathul Baari X:609)

Atas dasar hadits itu pula, maka berkata Syaikh Al Utsaimin rahimahullah:

ولم ينكر النبي صلى الله عليه وسلم على العاطس الذي حمد الله, فدل ذلك على أن الإنسان إذا عطس في الصلاة حمد الله لوجود السبب القاضي بالحمد.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari terhadap orang yang bersin dan mengucapkan alhamdulillaah (di tengah-tengah shalatnya). Ini menandakan bahwa seseorang yang bersin dalam shalatnya (tetap) dianjurkan membaca hamdalah karena memang telah ada dalil yang menetapkan hal itu". (Fatawa Ibnu Utsaimin rahimahullah XIII:342)

Apakah dalam shalat berjama’ah orang yang bersin tetap disunnahkan menjaharkan bacaan hamdalahnya, dan apakah yang mendengarkan bacaan hamdalah tersebut tetap disunnahkan Mentasymitnya ?

Jawabannya ada pada rincian berikut:

Zhahir hadits Rifa’ah radhiallahu ‘anhu di atas menunjukkan bahwa orang yang dalam shalat berjama’ah sekalipun tetap dianjurkan membaca hamdalah dengan suara yang keras.

Walau begitu, sebagian Ulama menyatakan agar dalam shalat berjama’ah membaca hamdalah ini dianjurkan sekedar bisa didengar oleh dirinya sendiri, agar tidak mengganggu orang yang sedang shalat lainnya, dan agar jangan sampai dibalas oleh orang yang mendengarnya dengan ucapan yarhamukallah

Dalilnya dalam hadits Muawiyah bin Hakam as Sulami radhiallahu ‘anhu yang menceritakan:

صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَطَسَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ ، فَقُلْتُ: يَرْحَمُكَ اللَّهُ. فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ ، قَالَ: فَقُلْتُ: وَاثَكْلَ أُمَّاهُ مَا لَكُمْ تَنْظُرُونَ إليَّ فِي الصَّلاةِ فَضَرَبُوا بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ ،

"Saya pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas ada seseorang yang bersin, maka saya membalas dengan yarhamukallah. Orang-orang memandang ke arah saya. Saya lalu berucap (dalam hati): "Aduh, mengapa kalian memandang ke arah saya ?". Merekapun memukulkan tangan mereka ke paha-paha mereka.

فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ ، فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَانِي فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ ، مَا سَبَّنِي ، وَلا نَهَرَنِي ، وَلا شَتَمَنِي ، قَالَ: إِنَّ هَذِهِ الصَّلاةَ لا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلامِ النَّاسِ ، إِنَّمَا هُوَ التَّكْبِيرُ وَالتَّسْبِيحُ ، وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ وَالتَّحْمِيْدِ.

maka saat saya paham bahwa mereka ingin saya diam, sayapun diam. Setelah selesai dari shalat, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil saya. Sungguh Ayah Ibu saya adalah tebusan beliau, saya belum pernah melihat guru yang lebih baik dari beliau dalam mengajar. Beliau tidak mengumpat, tidak memaki dan tak pula membentak. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya berkata (menasehati): 'Dalam shalat ini tidak boleh ada perbincangan manusia. Shalat adalah takbir, tasbih, membaca Al-Quran dan tahmid’.” [HSR. Muslim no. 537]

Penjelasan ringkas hadits Muawiyah bin Hakim radhiallahu anhu sebagai berikut:

Di sini jelas tergambar kekeliruan yang dibuat oleh Muawiyah bin Hakam radhiallahu ‘anhu adalah mentasymit (membaca doa yarhamukallah) kepada orang yang bersin dalam posisi shalat. Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memasukkan memtasymit dalam shalat itu termasuk perbincangan manusia sebagiamana yang dapat ditangkap pada hadits di atas itu.

Dengan demikan bagi orang yang sedang ikut shalat, bila ada orang yang bersin dan membaca hamdalah, maka tak boleh Mentasymitnya, dan ini termasuk membatalkan shalat.

Dengan berdasar atas hadits di atas pula, yakni kekhawatiran kalau seseorang yang bersin dalam shalat berjama’ah lalu membaca hamdalahnya secara keras hingga terdengar makmum lainnya, lalu akan ditasymit, maka dianjurkan bagi yang shalat berjama’ah lantas bersin, dia tetap membaca hamdalah tetapi cukup didengar oleh dirinya sendiri.

Sementara itu Syaikh Al Albani rahimahullah berkata:

إذا كان مقتديا وراء الإمام في الصلاة الجهرية فلا يجوز قولا واحدا ، أما إذا كان في الصلاة السرية أو كان يصلي لوحده فعطس ولم يكن العطاس في أثناء قراءته للقرآن فيجوز أن يحمد الله ، أما في أثناء القراءة فلا ينبغي أن يدخل في كلام الله ما ليس منه .

"Jika (orang yang bersin tersebut) dalam posisi di belakang imam dalam shalat jahriyyah maka tak boleh seorang (makmum pun) mengucapkan sepatah kata apapun. Adapun bila (orang yang bersin tersebut) bermakmum dalam shalat sirriyyah, atau dia shalat sendirian, lantas dia bersin, maka selagi bersinnya itu tidak di tengah-tengah bacaannya saat membaca ayat Al-Quran dalam shalat maka boleh baginya membaca alhamdulillah.

Adapun kalau bersinnya itu di tengah-tengah dia membaca ayat Al-Quran dalam shalatnya, maka tidak disukai memasukkan (memotong)nya dengan perkataan manusia“.

سلسلة الهدى والنور لفضيلة الشيخ محمد ناصر الدين الألباني رحمه الله (شريط رقم97)

Kesimpulan.

1) Bagi orang yang sedang shalat baik shalat jahriyyah maupun shalat sirriyyah pada dasarnya tetap disunnahkan membaca hamdalah.

2) Dalam shalat jahriyyah, maka seorang makmum tetap dianjurkan membaca hamdalahnya, walau jangan terlampau keras, tetapi seukuran bisa didengar oleh dirinya sendiri dan tak terdengar oleh makmum yang di sampingnya agar tak menimbulkan was-was bagi makmum lainnya.

3) Jika bersinnya di tengah-tengah dia membaca ayat Al-Quran baik dalam shalat sendirian atau shalat berjama’ah, maka tidak disukai membaca Alhamdulillah.

4) Tidak perlu mentasymit bagi orang yang dalam shalat walau ia mendengar seseorang saat bersinnya membaca hamdalah.

Walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin, wa shallallhu ‘ala Muhammadin.

🔰 @Manhaj_salaf1

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram     : http://t.me/Manhaj_salaf1
📱 Whatshapp  : 089665842579
🌐 Web              : dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram    : bit.ly/Akhwat_Sallafiyah
🇫 Fanspage      : fb.me/DakwahManhajSalaf1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Hukum Seputar Bersin Ketika Sedang Shalat"