Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sebuah Penyelesaian Atau Ikutan Hawa Nafsu






Oleh Ustadz Abu Abdurrahman bin Muhammad Suud al Atsary hafidzhahullah

Upaya memohon petunjuk pada kebenaran dari perselisihan, dan melihat persoalan serta perselisihan dengan timbangan syar'i.

Permasalahan Pertama, sebagian orang mendatangi Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam baik dari kalangan yahudi atau masyarakat umum untuk menyelesaikan perkara dan urusan mereka. Sebagian mereka meminta keputusan pada Nabi tentang perkara-perkara mereka.

Diriwayatkan, sebagian mereka berkata pada yang lain, "Datanglah pada Muhammad karena ia memutuskan dengan adil dan tidak menerima suap".

Diriwayat lain di sebutkan sebagian orang yahudi datang pada Nabi untuk meminta keputusan dalam masalah hukum bagi pezina di antara mereka. Sebagaimana diriwayatkan oleh az Zuhri. Namun kita lihat, tingkah sebagian orang yahudi masa lalu, atau sebagian orang masa ini, mereka mendatangi juru fatwa (mufti) dan hakim, bukan untuk meminta keputusan yang adil atau keputusan menurut hukum-hukum syar'i, tapi keputusan yang sesuai hawa nafsu mereka, dalam kedzaliman dan mengambil hak orang lain tanpa hak, dan keputusan yang melegalisasi semua kedzaliman dan juga segala kemungkaran mereka.

Lihatlah, hari ini sebagian manusia membawa urusannya pada hakim, bukan meminta penyelesaian dengan adil, namun justru untuk melegalisasi kejahatan mereka memakan harta manusia lain secara dzalim. Dan ini dijelaskan Allah Ta'ala di dalam QS. Al-Baqarah: 188.

Sebagaimana di jelaskan imam Ibnu Katsir rahimahullah mengenai firman Allah Ta'ala:

فإن جاءوك فاحكم بينهم أو أعرض عنهم

"Dan bila mereka (orang yahudi) datang padamu (untuk di putuskan masalahnya) maka putuskan perkara di antara mereka (dengan adil), atau berpalinglah dari mereka. (QS. Al Maidah: 42)

"Yakni, engkau Muhammad tidak salah bila pun tidak mau memberi putusan untuk mereka, karena tujuan mereka berhukum kepadamu itu tujuannya bukan untuk mengikuti kebenaran tetapi untuk mencari hal yang sesuai dengan hawa nafsu mereka". (Tafsir Ibnu katsir QS. Al Maidah: 42).

Beliau juga meneruskan penjelasan ketika menafsirkan QS. An Nur: 50, "Yaitu, tidak ada masalah lain, kecuali masalahnya hanyalah hati mereka telah di jangkit penyakit yang selalu menyertai atau keraguan akan agama ini yang telah merasuk pada hati mereka, khawatir Allah dan RasulNya akan berlaku dzalim dalam menetapkan hukum, apapun itu, tindakan mereka itu merupakan kekufuran yang nyata, Allah Maha Tahu tentang mereka, dan siapa di antara mereka yang memiliki karakter seperti itu". (Tafsir Ibnu Katsir QS. An Nur: 50)

Syaikh Abdurahman bin Nasir as Sady rahimahullah berkata tentang QS. An Nur: 50 silahkan rinciannya di lihat dalam Taisir Karimir Rahman Surah 24 ayat 50.

"Apakah di hati mereka ada penyakit, yakni penyakit yang mengeluarkan hati dari kesehatannya, menghilangkan sensivitasnya, sebagaimana orang sakit yang menolak hal yang bermanfaat bagi (kesehatannya) malah mengambil hal yang mencelakakannya, mereka ragu dan hati mereka bimbang mengenai hukum Allah dan RasulNya, dan menuduh Rasul tidak menghukumi secara benar.

Permasalahan kedua, sebagian orang merasa bingung atau tidak tau, atau menghadapi dilema melihat dan menghadapi sebagian hukum-hukum agama yang tidak jelas, atau terdapat perbedaan pendapat di antara Ulama.

Seakan yang mereka lihat bahwa agama ini urusannya hanya perpecahan, gersang, tidak memiliki persamaan dan menyulitkan. Mereka bertambah bingung ketika masuk dalam khilafiyah. Mereka melihat kontradiksi yang saling berlawanan dan kesemuannya menyampaikan argumentasi dan hujjah yang sama-sama kuat.

Di tengah derasnya khilafiyah, keindahan islam tertutupi, bahkan sebagian orang menganggap islam bukan sebuah solusi akan tetapi masalah itu sendiri, ucapan-ucapan sinis ini biasa kita lihat dan simak dari ucapan orientalis dan sekuler liberal, dan kaum munafik.

Semua itu menjadikan sebagian orang, sebagian penuntut ilmu dan bahkan sebagian orang yang berusaha untuk hijrah dan memperbaiki diri bimbang dan bersedih.

Sebagian orang yang lain malah menunjukan pertunjukan perdebatan kusir yang tidak berujung, dan menjadikan agama sebagai khazanah pemikiran (fikrah),  -hanya berkutat masalah pemikiran bukan amal nyata yang bermanfaat untuk akhirat-, serta juga teori-teori jelimet (sukar), dan ketinggian ilmu di ukur dari kepintaran beradu argumentasi serta ketinggian ilmu di ukur dari seberapa bisa seorang mematahkan pendapat lawan.

Lalu bagaimana kita menemukan "oase segar" di tengah hiruk pikuk umumnya orang yang memperturutkan hawa nafsu dalam semua perkaranya, terlebih dalam memandang urusan hukum, perselisihan antara seorang dengan orang lain, dan memang khilafiyah (perselisihan) dalam agama?

Jawaban:

1) Senantiasa mengaitkan diri kepada Allah dengan berdoa, memohon petunjuk pada kebenaran dan meminta solusi dari perbedaan. Doa yang bisa di baca dalam doa di shalat malam,

أللهم رب جبريل و ميكائيل و إسرافيل ، فاطر السماوات و الأرض عالم الغيب و الشهادة ،  انت تحكم بين عبادك فيما كانوا فيه يختلفون ، إهدني لما أختلف فيه من الحق بإذنك ، إنك تهدي من تشاء إلى صراط مستقيم.

"Ya Allah, Rabbnya Jibril, Mikail, Israfil, pencipta langit dan bumi, yang mengetahui urusan ghaib dan nyata, Engkau yang menghakimi di antara hambaMu terhadap apa yang mereka perselisihkan, Tunjukilah aku dengan kehendakMu terhadap apa yang di perselisihkan,  Sesungguhnya Engkau memberi hidayah kepada siapa yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus". [HR. Muslim]

2) Hendaknya jujur dalam niat, pangkal segala urusan dunia dan akhirat adalah niat yang baik. Barangsiapa jujur kepada Allah, Allah akan jujur padanya.

Imam Ahmad rahimahullah berkata:
"Ilmu itu sesuatu yang besar bagi orang yang benar niatnya."

Di tanyakan, bagaimana benarnya niat itu wahai imam. Beliau jawab, niat yang benar (kepada Allah). (Syarah hilyatu thalibil ilm hal 10)

Niat yang buruk dalam sebuah perselisihan dan juga dalam urusan melihat perbedaan, akan menghasilkan hasil yang buruk juga.

3) Hendaknya seorang bertaqwa (takut) kepada Allah dalam segala urusannya. Baik dalam berselisih dalam masalahnya, atau melihat perselisihan dan ketika menemui kebingungaan.

Taqwa adalah solusi terbaik dalam semua urusan, siapa yang bertaqwa Allah akan memudahkan urusannya dan menyampaikan pada penyelesaian yang baik.

4) Membersihkan diri dari tujuan-tujuan duniawi dan komersialitas.

Imam Ibnu Jamaah rahimahullah berkata:
"Hendaknya seorang yang berilmu membersihkan ilmunya dari niat menjadikannya sebagai tangga untuk mengapai tujuan-tujuan duniawi." (Tadzkiratu sami 28)

5) Setelah semua hal di atas di tempuh, maka hendaknya ia menyerahkan urusan kepada Allah, bertanya kepada ahlinya, dan juga tidak sibuk dengan perbedaan pendapat di kalangan Ulama, mencari penyelesaian yang paling rajih, mendengar fatwa yang paling zuhud (dari tarikan kepentingan) dan ia istiqomah dalam niat awal untuk mencari kebenaran dan bukan memperturutkan hawa nafsunya.

Ingat, wahai saudaraku. Betapa banyak orang bertanya, namun setelah ia mendapat jawaban yang tidak berkesesuaian dengan hawa nafsunya, ia berpaling dari kebenaran dan tetap berpegang dengan hawa nafsunya.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

🔰 Manhaj_salaf1

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram: http://t.me/Manhaj_salaf
📱 Whatshapp: 089665842579
🌐 Web: dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram: http://Instagram.com/ittibarasul1
🇫 Fanspage: http://fb.me/ittibarasul1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Sebuah Penyelesaian Atau Ikutan Hawa Nafsu"