Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jangan Ceritakan Rahasia Ranjangmu






Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah

جاء النهي عن نشر أسرار الجماع بين الزوجين

Telah ada larangan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menyebarkan urusan ranjang sepasang suami istri.

فعن أَبي سَعِيدٍ الْخُدْرِيّ ، قال: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ ، وَتُفْضِي إِلَيْهِ ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا) رواه مسلم 1437

Dari Abu Sa’id Al Khudri berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Sungguh manusia terburuk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat menurut Allah adalah seorang laki-laki menggauli istrinya dan seorang wanita menggauli suaminya, namun lantas menyebarkan rahasia ranjang yang terjadi pada mereka". [HSR. Muslim no.1437]

قال النووي رحمه الله تعالى: وفي هذا الحديث تحريم إفشاء الرجل ما يجري بينه وبين امرأته من أمور الاستمتاع ، ووصف تفاصيل ذلك ، وما يجري من المرأة فيه من قول أو فعل ونحوه انتهى من، شرح صحيح مسلم 10/9

Imam Nawawi rahimahullah menandaskan:
"Hadits ini menunjukkan bahwa haram hukumnya seorang laki-laki menyebarluaskan apa yang terjadi antara dia dengan istrinya pada saat berjimak, memberikan gambaran detail, termasuk apa yang terjadi pada seorang wanita pada saat melakukannya baik dari ucapan dan perilaku berjimaknya ataupun yang lainnya". (Syarah Shahih Muslim X:9).

ولكن إذا احتيج لذكر شيء من ذلك لبيان الحكم الشرعي أو لنصيحة أو لدفع خصومة بين الزوجين ونحو ذلك فإنه لا بأس به. وإذا أمكن التعريض في هذا فهو أولى من التصريح ، وإذا أمكن أن يذكر الأمر على سبيل العموم والإجمال فلا يذكر التفصيل

Hanya saja bila dibutuhkan darurat untuk menyebutkan sesuatu untuk menjelaskan hukum syar'i atau untuk menasehati atau untuk mencegah permusuhan antara suami istri dan yang semisal itu, maka tak mengapa . Hanya saja disampaikan dengan cara bahasa kias, itu lebih utama daripada dengan bahasa yang terlalu vulgar. Bahkan jika memungkinkan untuk mengungkapkannya secara global, maka tak perlu untuk diceritakan secara rinci. Dan jika memungkinkan untuk menyebutnya secara global maka tidak perlu disebutkan secara rinci.

ومما يدل على هذا: عَنْ عَائِشَةَ ، زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ: إِنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرَّجُلِ يُجَامِعُ أَهْلَهُ ثُمَّ يُكْسِلُ هَلْ عَلَيْهِمَا الْغُسْلُ ؟ ، وَعَائِشَةُ جَالِسَةٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (إِنِّي لَأَفْعَلُ ذَلِكَ ، أَنَا وَهَذِهِ ، ثُمَّ نَغْتَسِلُ) رواه مسلم 350

Diantara yang menguatkan hal ini adalah (hadits berikut): Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seseorang yang bercampur dengan istrinya namun tidak mencapai ejakulasi, apakah keduanya diwajibkan mandi besar?. Saat itu ‘Aisyah radhiallahu ‘anha sedang duduk di situ. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh saya telah melakukan hal yang sama, saya dan (istri) saya ini. Kemudian kami berdua mandi besar". [HSR. Muslim no.350]

قال النووي رحمه الله تعالى: "فيه جواز ذكر مثل هذا، بحضرة الزوجة ، إذا ترتبت عليه مصلحة ، ولم يحصل به أذى ، وإنما قال النبي صلى الله عليه وسلم بهذه العبارة ليكون أوقع في نفسه" انتهى من. شرح صحيح مسلم 42/4

Imam Nawawi rahimahullah berkata: "Hadits ini menunjukkan dibolehkannya menyebutkan hal yang semacam itu dihadapan istrinya, jika akan menimbulkan kemaslahatan dan tidak justru menyakiti. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan ungkapan tersebut agar dia bisa lebih meresap ke jiwa”. (Syarah Shahih Muslim IV:42)

ومن ذلك أيضا : عَنْ عِكْرِمَةَ

Dalam riwayat lain disebutkan, dari ‘Ikrimah rahimahullah: (Haditsnya ana peringkas karena amat panjang -Berik Said-) dimana intinya ada perselisihan suami istri yang berakhir pada perceraian di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana kedua suami istri yang telah bercerai itu menghadap pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Mantan istrinya mengatakan dihadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَاللَّهِ مَا لِي إِلَيْهِ مِنْ ذَنْبٍ ، إِلَّا أَنَّ مَا مَعَهُ لَيْسَ بِأَغْنَى عَنِّي مِنْ هَذِهِ -وَأَخَذَتْ هُدْبَةً مِنْ ثَوْبِهَا- فَقَالَ: كَذَبَتْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنِّي لَأَنْفُضُهَا نَفْضَ الأَدِيمِ ، وَلَكِنَّهَا نَاشِزٌ ،... رواه البخاري 5825

"Demi Allah, saya tidak mempunyai kesalahan kepadanya, hanya saja apa yang ada padanya, saya lebih tidak membutuhkan dari ini -dan ia mengambil potongan pakaiannya-. (Giliran mantan suaminya menyanggah) dengan berkata: "Dia telah berbohong ya Rasulullah, sungguh saya dapat menggerakkan kulit, akan tetapi ia telah berlaku nusyuz (tidak melayani suaminya)". [HSR. Bukhari no.5825]

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa saat wanita tersebut menyampaikan permasalahan ranjang di atas, maka:

وَمَا يَزِيدُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى التَّبَسُّمِ. رواه البخاري (6084) ، ومسلم (1433). فعدم إنكار النبي صلى الله عليه وسلم على المرأة وعلى زوجها بما صرّحا به من أسرار الجماع: دليل على جواز ذلك عند الحاجة ، والحاجة هنا هي دفع تلك الخصومة

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menambah bereaksi lebih kecuali hanya tersenyum saja". [HSR. Bukhari no.6084 dan Muslim no.1433].

Dengan demikian tidak adanya pengingkaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada wanita dan kepada suaminya padahal keduanya telah berterus terang tentang rahasia dalam hubungan badan, menunjukkan bolehnya hal itu untuk sebuah kepentingan mendesak, keperluannya di sini adalah untuk mencegah permusuhan seperti ini.

قال الحافظ ابن حجر رحمه الله تعالى: وتبسّمه صلى الله عليه وسلم كان تعجبا منها ، إما لتصريحها بما يستحيي النساء من التصريح به غالبا ، وإما لضعف عقل النساء ؛ لكون الحامل لها على ذلك شدة بغضها في الزوج الثاني ، ومحبتها في الرجوع إلى الزوج الأول ، ويستفاد منه جواز وقوع ذلك. انتهى من. فتح الباري 9 /466

Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
"Bahwa senyuman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu karena takjub dengan wanita tersebut yang berkata secara terus terang, yang biasanya wanita secara umum malu menceritakan hal itu, atau karena kelemahan akal wanita, karena yang menjadikannya berbuat demikian adalah karena sangat marahnya kepada suami keduanya, dan rasa cintanya untuk bisa rujuk kepada suami pertamanya. Yang bisa diambil pelajaran adalah bahwa yang demikian itu termasuk yang dibolehkan". (Fathul Baari IX:466)

وقال ابن الملقن رحمه الله تعالى: وفيه: أن للنساء أن يطلبن أزواجهن عند الإمام بقلة الوطء ، وأن يعرضن بذلك تعريضًا بينًا كالصريح ، ولا عار عليهن في ذلك. وفيه: أن للزوج إذا ادعي عليه بذلك أن يخبر بخلاف ويعرب عن نفسه. انتهى من كتابه. التوضيح 27 / 653

Ibnu Mulaqqin rahimahullah berkata:
"Dalam hadits terdapat pelajaran bahwa menjadi hak para wanita menuntut ke Imam untuk meminta berjimak kepada suami mereka, karena sedikitnya intensitas frekuensi melakukan hubungan badan, dan hendaknya mereka menampakkan keinginannya tersebut dihadapan suami mereka dengan cara hampir berterus terang (sindiran yang jelas), dan hal ini tidak termasuk aib. Pelajaran lain dari hadits ini adalah bahwa seorang suami jika dituduh berbuat demikian agar menyampaikan sebaliknya dan menjelaskan tentang dirinya". (At Taudhih XXVII:653).

وقال الشيخ محمد بن عثيمين رحمه الله في شرحه لبلوغ المرام (4/548) عند شرحه لحديث أبي سعيد المتقدم: والحديث يدل على تحريم هذا العمل ، أن ينشر الإنسان السر بينه وبين زوجته .... بل يدل على أنه من الكبائر ، لأن فيه وعيداً ، ويستثنى من ذلك : ما دعت الحاجة إليه لبيان حكم شرعي

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Bulughul Maram (4:548) pada saat menjelaskan hadits Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu di atas berkata:
"Hadits ini menunjukkan keharaman perbuatan tersebut, menyebarkan rahasia ranjang antara seseorang dengan istrinya, dan menunjukkan bahwa hal tersebut termasuk dosa besar, karena ada ancaman di dalamnya, namun dikecualikan dari hal itu, jika ada kebutuhan mendesak untuk menjelaskan hukum syari'at.

ثم ذكر حديث عائشة المتقدم وغيره ، ثم قال: وعلى هذا ؛ فإذا اقتضت المصلحة الشرعية أن يُذكر ما لا يُنشر فإن ذلك لا بأس به ، جائز ، أما ما يفعله على سبيل التندر والتفكه فهذا حرام" انتهى. والله أعلم

Kemudian Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah menyebutkan hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha di atas dan hadits lainnya, lantas beliau berkata lagi: "Atas dasar inilah maka jika ada kemaslahatan syar’i untuk menyebutkan apa yang seharusnya tidak disebarluaskan maka tidak apa-apa, diperbolehkan. Adapun jika menceritakan urusan ranjang hanya sebagai bahan ledekan dan sekedar lelucon saja maka haram hukumnya". Wallahu A’lam.

Dikutip dengan sedikit peringkasan dari situs https://islamqa.info/ar/answers/234096/

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

_______
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

Group WhatsApp: wa.me/6289665842579

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

1 komentar untuk "Jangan Ceritakan Rahasia Ranjangmu"

  1. Subhanalloh,betapa sempurnanya Islam,mengatur dan memberi solusi semua permasalahan manusia dr a sampai z,dan yg paling privasi sekalipun.

    BalasHapus

Berkomentarlah dengan bijak