Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jalan Golongan Yang Selamat (Bagian 12)



Perang Antara Tauhid dengan Syirik


1. Perang antara tauhid dengan syirik telah terjadi sejak lama, sejak zaman Nabi Nuh ‘alaihis salam menyeru kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada berhala-berhala.

Nabi Nuh berada di tengah kaumnya selama sembilan ratus lima puluh tahun, beliau menyeru kaumnya kepada tauhid, tetapi penerimaan mereka sungguh di luar harapan. Secara jelas Al Qur'an menggambarkan penolakan mereka, dalam firman-Nya:

وَ قَا لُوْا لَا تَذَرُنَّ اٰلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَّلَا سُوَاعًا ۙ وَّ لَا يَغُوْثَ وَيَعُوْقَ وَنَسْرًا ۚ  وَقَدْ اَضَلُّوْا كَثِيْرًا

“Dan mereka berkata, "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yagus, Ya’uq, dan Nasr. Dan sungguh, mereka telah menyesatkan banyak orang.” (QS. Nuh: 23-24).

Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yagus, Ya’uq, dan Nasr adalah nama-nama berhala yang terbesar pada kabilah-kabilah kaum Nuh, yang semula nama-nama orang shalih.

Tentang tafsir ayat ini, Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu, dia berkata: "Ini adalah nama-nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka meninggal dunia, setan membisikkan kepada kaumnya agar mereka membuat patung orang-orang shalih tersebut di tempat-tempat duduk mereka, dan agar memberinya nama sesuai dengan nama-nama mereka. Maka mereka pun melakukan perintah setan tersebut. Pada awalnya, patung-patung itu tidak disembah. Tetapi ketika mereka semua sudah binasa dan ilmu telah diangkat, mulailah patung-patung itu disembah."

2. Selanjutnya datanglah para Rasul sesudah Nabi Nuh, mereka menyeru kaumnya agar beribadah hanya kepada Allah semata, dan agar meninggalkan apa yang mereka sembah selain Allah, sebab mereka tidak berhak untuk disembah. Renungkanlah Al Qur'anul Karim yang menceritakan tentang keadaan mereka.

Allah Ta’ala berfirman:

وَاِ لٰى عَادٍ اَخَاهُمْ هُوْدًا ۗ قَا لَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَـكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ ۗ اَفَلَا تَتَّقُوْنَ

“Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) Hud, saudara mereka. Dia berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada Tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Maka, mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” (QS. Al A’raf: 65).

Allah Ta’ala berfirman:

وَاِ لٰى ثَمُوْدَ اَخَاهُمْ صٰلِحًا ۘ قَا لَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَـكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ

“Dan kepada kaum Samud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Dia berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia.” (QS. Hud: 61).

Allah Ta’ala berfirman:

وَاِ لٰى مَدْيَنَ اَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗ قَا لَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَـكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ

“Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu’aib. Dia berkata, "Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia.” (QS. Hud: 84).

Allah Ta’ala berfirman:

وَاِذْ قَا لَ اِبْرٰهِيْمُ لِاَ بِيْهِ وَقَوْمِهٖۤ اِنَّنِيْ بَرَآءٌ مِّمَّا تَعْبُدُوْنَ ۙ  إِلَّا الَّذِيْ فَطَرَنِيْ فَاِ نَّهٗ سَيَهْدِيْنِ

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya, "Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah, kecuali (kamu menyembah) Allah yang menciptakanku, karena sungguh, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS. Az Zukhruf: 26-27).

Terhadap dakwah para Nabi tersebut, kaum musyrikin meresponnya dengan penentangan dan pengingkaran terhadap apa yang mereka bawa. Orang-orang musyrik itu memerangi para Rasul dengan segala kemampuan yang mereka miliki.

3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam misalnya, sebelum diutus sebagai Rasul, beliau terkenal di kalangan orang-orang Arab dengan julukan “Ash-shaa-diqul amiin” (yang jujur dan dapat dipercaya). Tetapi tatkala beliau mengajak kaumnya menyembah kepada Allah dan mengesakan-Nya, serta menyeru agar meninggalkan apa yang disembah oleh nenek moyang mereka, serta merta mereka lupa dengan sifat jujur dan amanah beliau. Lalu mereka menghujaninya dengan berbagai julukan buruk. Di antaranya ada yang menjuluki beliau dengan “ahli sihir lagi pendusta.”

Al Qur'an mengisahkan penolakan mereka terhadap dakwah tauhid dalam firman-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

وَعَجِبُوْۤا اَنْ جَآءَهُمْ مُّنْذِرٌ مِّنْهُمْ ۖ وَقَا لَ الْكٰفِرُوْنَ هٰذَا سٰحِرٌ كَذَّابٌ اَجَعَلَ الْاٰلِهَةَ اِلٰهًا وَّاحِدًا ۖ اِنَّ هٰذَا لَشَيْءٌ عُجَا بٌ

“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (Rasul) dari kalangan mereka, dan orang-orang kafir berkata, "Orang ini adalah pesihir yang banyak berdusta. Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sungguh, ini benar-benar sesuatu yang sangat mengherankan.” (QS. Sad: 4-5).

Allah Ta’ala berfirman:

كَذٰلِكَ مَاۤ اَتَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِّنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا قَا لُوْا سَاحِرٌ اَوْ مَجْنُوْنٌ ۚ  اَتَوَاصَوْا بِهٖ ۚ بَلْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُوْنَ ۚ 

“Demikianlah setiap kali seorang Rasul yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, mereka (kaumnya) pasti mengatakan, dia itu pesihir atau orang gila. Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Az Zariyat: 52-53).

Demikianlah sikap segenap Rasul dalam dakwahnya kepada tauhid, dan sebagaimana gambaran ayat-ayat di atas itulah sikap kaum mereka yang pendusta lagi mengada-ada.

4. Pada zaman kita saat ini, jika seorang muslim mengajak sesama saudara muslim lainnya kepada akhlak, kejujuran dan amanah, ia tidak akan menemukan orang yang menentangnya.

Berbeda halnya jika ia mengajak mereka kepada tauhid yang kepadanya para Rasul menyeru yaitu -berdoa (memohon) hanya kepada Allah semata- dan tidak memohon kepada selain-Nya, baik kepada para Nabi atau wali, karena sesungguhnya mereka hanyalah hamba Allah, niscaya orang-orang segera menentangnya dan menuduhnya dengan berbagai tuduhan dusta. Mungkin mereka akan dituduh wahabi, dengan maksud untuk membendung manusia dari dakwah kepada tauhid.

Jika sang Da'i mengetengahkan ayat yang di dalamnya terdapat ajakan kepada tauhid, mereka tak segan-segan menuduh dengan mengatakan, “Ini ayat wahabi.” Manakala sang Da'i membawakan hadits:

إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ

“Jika kamu meminta maka mintalah kepada Allah dan jika kamu mohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah.” [HR. Ahmad dan At Tirmidzi].

Maka dengan serta-merta sebagian mereka akan mengatakan, “Itu hadits wahabi.”

Bila seseorang shalat dengan meletakkan tangan di atas dada, atau menggerakkan jari telunjuknya ketika tasyahud, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sebagian orang akan mengatakan sebagai orang wahabi.

Kata wahabi telah menjadi simbol bagi setiap orang yang mengesakan Allah, yang hanya menyembah Tuhan Yang Satu, dan mengikuti sunnah Nabi-Nya. Sesungguhnya wahabi adalah nisbat kepada Al Wahhab (Yang Maha Pemberi). Ia adalah salah satu dari nama-nama Allah Yang Paling Baik. Berarti Dia-lah yang memberikan kepadanya tauhid, yang merupakan nikmat Allah yang paling besar bagi orang-orang yang mengesakan Allah.

5. Para Da'i kepada tauhid hendaknya sabar dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kepadanya Allah berfirman:

وَاصْبِرْ عَلٰى مَا يَقُوْلُوْنَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيْلً

“Dan bersabarlah (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. Al Muzzammil: 10).

Allah Ta’ala berfirman:

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ اٰثِمًا اَوْ كَفُوْرًا ۚ

“Maka bersabarlah untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah engkau ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka.” (QS. Al Insan: 24).

6. Setiap orang Islam hendaknya menerima dakwah kepada tauhid, serta mencintai pada Da'inya. Karena sesungguhnya tauhid adalah dakwah para Rasul secara keseluruhan, juga dakwah Rasul kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barangsiapa mencintai Rasul kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam niscaya dia akan mencintai dakwah kepada tauhid dan barangsiapa membenci kepada dakwah tauhid, maka berarti ia telah membenci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin, wa shallallahu ‘alaa Muhammadin.

Sumber: Kitab Minhaj al-Firqah an-Najiyah wa Ath-Tha’ifah al-Manshurah (Jalan Golongan Yang Selamat) Karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

🔰 @Manhaj_salaf1

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram : http://t.me/Manhaj_salaf1
📱 Whatshapp : 089665842579
🌐 Web : dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram : bit.ly/ittibarasul1
🇫 Fanspage : fb.me/ittibarasul1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Jalan Golongan Yang Selamat (Bagian 12)"