Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jalan Golongan Yang Selamat (Bagian 35)

 


Cara Mencintai Allah dan Rasul-Nya


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَا تَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَـكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَا للّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Katakanlah (Muhammad), "Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang". (QS. Ali Imran: 31)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ رواه البخاري

"Tidaklah beriman (secara sempurna) salah seorang dari kamu sehingga aku lebih ia cintai daripada orangtuanya, anaknya, dan segenap manusia". [HR. Al-Bukhari]

Ayat di atas menunjukkan bahwa kecintaan kepada Allah adalah dengan mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Mentaati apa yang beliau perintahkan dan meninggalkan apa yang beliau larang, menurut hadis-hadis shahih yang beliau jelaskan kepada umat manusia. Tidaklah kecintaan itu dengan banyak bicara dengan tanpa mengamalkan petunjuk, perintah dan sunnah-sunnah beliau.

Adapun hadis shahih di atas, ia mengandung pengertian bahwa iman seorang Muslim tidak sempurna, sehingga ia mencintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melebihi kecintaannya terhadap anak, orang tua dan segenap manusia, bahkan (sebagaimana ditegaskan dalam hadis lain) hingga melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri.

Pengaruh kecintaan itu tampak ketika terjadi pertentangan antara perintah-perintah dan larangan-larangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan hawa nafsunya, keinginan istri, anak-anak serta segenap manusia di sekelilingnya. Jika ia benar-benar mencintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia akan mendahulukan perintah-perintahnya dan tidak menuruti kehendak nafsunya, keluarga atau orang-orang di sekelilingnya. Tetapi jika kecintaan itu hanya dusta belaka, maka ia akan mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, lalu menuruti setan dan hawa nafsunya.

Jika Anda menanyakan kepada seorang Muslim, "Apakah Anda mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?" Ia akan menjawab: "Benar, aku korbankan jiwa dan hartaku untuk beliau". Tetapi jika selanjutnya ditanyakan: "Kenapa Anda mencukur jenggot dan melanggar perintahnya dalam masalah ini dan itu, dan Anda tidak meneladaninya dalam penampilan, akhlak dan ketauhidan Nabi?"

Dia akan menjawab: "Kecintaan itu letaknya di dalam hati. Dan Alhamdulillah, hati saya baik". Kita mengatakan padanya: "Seandainya hatimu baik, niscaya akan tampak secara lahiriah, baik dalam penampilan, akhlak maupun ketaatanmu dalam beribadah mengesakan Allah semata". Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

"Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Bila ia baik, maka akan baiklah seluruh jasad itu dan bila ia rusak, maka akan rusaklah seluruh jasad itu. Ketahuilah, ia adalah hati". [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Suatu kali, penulis bersilaturahim kepada seorang dokter Muslim. Penulis melihat banyak gambar orang laki-laki dan perempuan di pajang di dinding. Penulis lalu mengingatkannya dengan larangan Rasulullah dalam soal memajang gambar-gambar. Tetapi ia menolak sambil mengatakan: "Mereka kawan-kawan saya di universitas".

Padahal sebagian besar dari mereka adalah orang-orang kafir. Apalagi para wanitanya yang memperlihatkan rambut dan perhiasannya di dalam gambar tersebut, dan mereka berasal dari negeri komunis. Sang dokter ini juga mencukur jenggotnya. Penulis berusaha menasihati, tetapi ia malah bangga dengan dosa yang ia lakukan, seraya mengatakan bahwa ia akan mati dalam keadaan mencukur jenggot.

Suatu hal yang mengherankan, dokter yang melanggar ajaran-ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut mengaku bahwa ia mencintai Nabi. Kepada penulis ia berkata: "Katakanlah wahai Rasulullah, aku ada dalam perlindunganmu!".

Dalam hati penulis berkata: "Engkau mendurhakai perintahnya, bagaimana mungkin akan masuk dalam perlindungannya. Dan, apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan rela dengan syirik tersebut? Sesungguhnya kita dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berada di bawah perlindungan Allah semata".

Kecintaan kepada Rasulullah adalah tidak dengan menyelenggarakan peringatan, pesta, berhias, dan menyenandungkan syair yang tak akan lepas dari kemungkaran. Demikian pula tidak dengan berbagai macam bid'ah yang tidak ada dasarnya dalam ajaran syariat Islam. Tetapi, kecintaan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dengan mengikuti petunjuknya, berpegang teguh dengan sunnahnya serta dengan menerapkan ajaran-ajarannya.

Sungguh, alangkah indah ungkapan penyair tentang kecintaan sejati: "Jika kecintaanmu itu sejati, niscaya engkau akan mentaatinya. Sesungguhnya seorang pecinta, kepada orang yang dicintainya akan selalu taat setia".

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Sumber: Kitab Minhaj al-Firqah an-Najiyah wa Ath-Tha’ifah al-Manshurah (Jalan Golongan Yang Selamat) Karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zain

_______
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

Group WhatsApp: wa.me/6289665842579

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Jalan Golongan Yang Selamat (Bagian 35)"