Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketika Bangun Sahur Mepet Dengan Waktu Shubuh






Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ، فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ

“Apabila salah seorang dari kalian telah mendengar adzan Shubuh, sementara bejana masih berada di tangannya, maka janganlah ia meletakkan sampai ia menyelesaikan hajatnya". [HR. Ahmad 10.637, Abu Dawud 2350, Daruquthni 2162, dan lain-lain]

Derajat Hadits Di Atas


Kata Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Syarhul ‘Umdah I:526, Jayyid/Bagus. Kata As-Suyuthi rahimahullah dalam Jaami’us Shaghir 681, Shahih. Kata Al-Hafizh dalam Takhrij Misykaatul Mashabih II:321, Hasan. Kata Al-Albani rahimahullah dalam Tamaamul Minnah hal.417, Shahih atas syarat Muslim. Kata Syaikh Muqbil rahimahullah dalam As-Shahihul Musnad 1254, Hasan.

Pelajaran Penting Yang Diambil Dari Hadits Di Atas


Pertama, jika kita tidak sengaja bangun sahur terlalu mepet dengan waktu Shubuh, lantas kita segerah buru-buru makan dan minum sahur, lantas ditengah kita makan dan minum terdengar adzan Shubuh, maka kita diberikan keringanan menyelesaikan makan dan minum tersebut sekedar yang tersisah dari makan dan minuman yang ada itu.

Kedua, hadits di atas sekaligus membantah bahwa imsak adalah batas akhir waktu sahur. Bahkan dalam kondisi seperti di atas, andai sudah terdengar adzan Shubuh saja tapi kita tanggung menyelesaikan makan dan minumnya diperbolehkan menuntaskannya, apalagi waktu imsak.

Ketiga, dalil di atas didukung hadits dari Abu Umamah radhilallahu 'anhu mengisahkan:

أُقِيمَتِ الصَّلاةُ وَالإِنَاءُ فِي يَدِ عُمَرَ، قَالَ: أَشْرَبُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: نَعَمْ، فَشَرِبَهَا "

"Iqamat (shalat Shubuh -pent) telah didengungkan, sementara di tangan Umar radhiallahu ‘anhu masih tergenggam bejana minuman". Umar radhiallahu ‘anhu bertanya: "Apakah aku masih diperkenankan meminumnya ?" Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Ya". Maka Umar radhiallahu ‘anhu pun meminumnya”.

Penjelasan Hadits Di Atas


Hadits di atas diketengahkan oleh Ibnu Jarir rahimahullah dalam Tafsirnya 3017. Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata dalam As-Shahihah 1394, Hasan.

Atsar di atas tegas menunjukkan iqamat waktu Shubuh sudah didengungkan. Sementara di tangan Umar radhiallahu ‘anhu masih ada segelas minuman sahur yang belum diminumnya dan ternyata Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan dispensasi untuk menghabiskan minuman tersebut.

Juga didukung sejumlah atsar, diantaranya untuk saat ini ana bawakan satu atsar saja dulu, Atsar dari Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu.

Aamir bin Mathor rahimahullah menceritakan:

 أَتَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ فِي دَارِهِ فَأَخْرَجَ لَنَا فَضْلَ سُحُورِهِ فَتَسَحَّرْنَا مَعَهُ فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَخَرَجْنَا فَصَلَّيْنَا مَعَهُ

"Aku pernah mendatangi Abdullah di kediamannya. Lantas beliau menyuguhkan kepada kami sisa makan sahurnya dan kami pun makan sahur bersamanya. Setelah itu iqamat untuk shalat ditegakkan. Maka kami pun keluar dan shalat dengan beliau".

Perhatikan, pada atsar di atas menunjukkan saat Aamir bin Mathor rahimahullah dan Shahabat Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu makan sahur itu sudah masuk waktu Shubuh. Karena pada lanjutan atsar itu disebutkan mereka keluar saat iqamat Shubuh mulai dilantunkan. Berarti mereka makan sahur saat sudah masuk waktu Shubuh.

Perlu dijelaskan atsar di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannafnya 1024. "Kami pun keluar dan shalat bersamanya". [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah, 3/10 no.9024].

Syubhat, perlu sedikit ana jelaskan ada Ulama hadits yang melemahkan atsar di atas dengan alasan Aamir bin Mathor rahimahullah yang meriwayatkan hadits ini dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu adalah seorang yang dianggap majhul (tidak diketahui identitasnya). Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Abu Hatim rahimahullah dalam Al Jarh wa Ta’dil VI:328.

Jawaban Atas Syubhat Ini

Bagaimana mungkin Aamir rahimahullah ini akan dikatakan majhul (tidakk diketahui identitasnya), sementara sejumlah kritikus hadits telah memujinya.

Dalam Kitab Rijaalun Tafsir At-Thabaari dikatakan tentang Aamir ini tabi'in yang terpercaya. Abdur Rahmaan bin Al-Hakam bin Basyir rahimahullah bahkan menyebutnya sebagai lelaki yang memiliki kedudukan utama dikalangan kaum muslimin. (Lihat Rijaalun Tafsir at Thabaari Jarhan wa Ta’diilan hal.296, no. urut rawi 1310)

Dalam Kitab Jaami Faharist Ats Tsiqqat (daftar rawi-rawi terpercaya) nya Abu Hatim Muhammad bin Hibban rahimahullah yang disusun oleh Husain Ibrahim Zahran V:91, ‘Aamir rahimahullah ini juga masuk dalam daftar rawi terpercaya, bukan majhul.

Dalam situs yang membahas tentang keadaan perawi hadits, yakni pada situs http://hadith.islam-db.com/narrators/20126/, di situ ada kesimpulan tentang rawi ‘Aamir rahimahullah ini sebagai:

صدوق حسن الحديث

'(Perawi) yang jujur, bagus haditsnya".

Dengan demikian In Sya Allah atsar di atas minimal berderajat hasan.

Fatwa Syaikh Al-Albani rahimahullah atas masalah ini, saat Syaikh Al-Albani rahimahullah menanggapi pernyataan Ustdaz Sayyid Sabiq rahimahullah yang berkata:

فإذا طلع الفجر وفي فمه طعام وجب عليه أن يلفظه

"Dan bila telah terbit fajar (Shubuh) sementara dalam mulut ada makanan, maka wajib memuntahkan".

Maka Syaikh Al-Albani rahimahullah mengkritisinya dengan berkata:

هذا تقليد لبعض الكتب الفقهية وهو مما لا دليل عليه في السنة المحمدية بل هو مخالف لقوله صلى الله عليه وسلم : " إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه "

"Ini termasuk taklid terhadap sebagian kitab-kitab fiqh. Pendapat semacam ini tidak memiliki dalil dalam sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan pendapat ini menyelisihi apa yang disabdahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila salah seorang di antara kamu mendengar adzan sedangkan tempat makan/minum masih berada di tangannya, janganlah dia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya".

(Selanjutnya Syaikh Al-Albani rahimahullah menjelaskan hadits tersebut sebagaimana yang telah kami ulas di awal bahasan -pent)." (Tamaamul Minnah fii Ta’liiqi ‘alaa Fiqhis Sunnah hal.714)

Catatan penting, kebolehan melanjutkan makan dan minuman sebatas apa yang tersisah dari makan sahur saat adzan Shubuh telah masuk adalah khusus kasus darurat, yakni jika kita benar-benar terpepet waktu bangun kesiangan saat sahur dan saat kita tanggung, sedang sahur lalu adzan Shubuh masuk, maka silahkan menghabiskan sebatas apa yang ada di hadapannya itu.

Jadi tidak boleh menyengaja memepetkan dan apalagi membiasakan waktu sahur agar dapat mendapat rukhsah ini. Juga tidak boleh misalkan membuat kopi dulu lalu berlama-lama menghirupnya. Ingat ini hanya darurat dan sekedar menghabiskan secepatnya apa yang tersisah saja.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

🔰 Manhaj_salaf1

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram: http://t.me/Manhaj_salaf1
🎥 Youtube: http://youtube.com/ittibarasul1
📱 Group WhatsApp: wa.me/62895383230460
📧 Twitter: http://twitter.com/ittibarasul1
🌐 Web: dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram: http://Instagram.com/ittibarasul1
🇫 Facebook: http://fb.me/ittibarasul1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Ketika Bangun Sahur Mepet Dengan Waktu Shubuh "