Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apakah Islam Mayoritas Di Indonesia? (Bagian 1)







Oleh Ustadz Abu Abd rahman bin Muhammad Suud al Atsary hafidzhahullah

Sebuah sample riset sosioreligi terhadap sikap kontra ajaran islam dan sulitnya menerapkan ajaran islam di Indonesia.

Indonesia dulu dikenal sebagai nusantara (nuswantara) gugusan kepulauan dari sabang (Aceh/Samudera Pase) sampai merauke (Papua/Jaziratu Uryan) dan hatul istiwa (katulistiwa). Negara yang dikatakan negara muslim terbesar di dunia dengan populasi hampir tiga ratus juta. Dan secara populasi dan statistik pemeluk islam sebesar 87%, dan penduduk terbesar adalah suku jawa.

Islam mulai tersebar di nusantara secara resmi dari riset hamka adalah sejak abad pertama hijriyah. Dan setelah terbentuknya dewan dakwah yang dikenal dengan "wali sanga" terjadi eksodus besar-besaran dari pemeluk agama lama, aninisme (kapitayan/agama lokal), kejawen, hindu budha, sehingga dalam waktu cukup singkat secara kuantitas yang tadinya penduduk mayoritas musyrik menjadi muslim.

Kita akui bahwa dewan wali sanga adalah dewan dakwah yang cukup berhasil, dalam waktu singkat merubah sosiobudaya dan religi yang tadinya musyrik menjadi muslim, yang pengaruhnya sangat luas, tidak hanya di Jawa, tapi Sumatera (Andalus), kalimantan (Borneo), Maluku (Jaziratul Mulk), sampai Papua (Jaziratu Uryan). Sampai diceritakan, raja-raja dari Maluku, dalam pentasbihannya sebagai raja wajib memperoleh restu dari kasunanan giri, sebagai mufti umum, sunan giri/paus dari Jawa menurut rafles.

Perubahan drastis dan cepatnya penyebaran islam, mengharuskan perubahan sikap dari berbagai strata sosial masyarakat, baik orang umum atau pemegang kekuasaan (raja), terutama sejak runtuhnya majapahit karena perang saudara (perang totalitas/ legrek/paregreg). Sebagian pemangku kepentingan, baik raja, atau menteri dan pangre projo (tingkat bupati sampai kepala desa) untuk menyelamatkan kepentingan dan kelangengan kekuasaan, mereka menerima islam. Sementara rakyat jelata, tidak ada yang bisa dilakukan kecuali mengikuti arus besar perubahan, masuk islam dengan segala kondisinya. Dan orang-orang yang masih memegang kuat tradisi dan fanatik pada agama lama, mereka ada dua sikap:

1) Masuk islam secara fisik, dan menyimpan dendam pada islam.
2) Lari kepedalaman (contoh suku badui, dan juga suku tengger, dan sebagian besar lari ke Bali).

Dari kondisi keagamaan, wilayah Andalus (Aceh dan Sumatra) islam cukup kuat, karena islam mengawali dakwah di Serambi Makkah, dan masyarakat Sumatera mengenal istilah "adat basandi syarah, syarah basandi kitabullah". Demikian di Borneo, Jaziratul Muluk dan Sulawesi, yang lebih mudah menerima islam. Kondisi yang berbeda, terjadi di Jawa, sebagai tempat tumbuh kembang kerajaan hindu budha terlebih dizaman Majapahit, dan merasa superior karena bisa menguasai daerah jajahan luas dari Malaka sampai Maluku, dan kata nusantara adalah sebutan untuk jajahan majapahit yang meliputi seluruh wilayah Melayu sampai Maluku. Sehingga merubah kondisi sosial keagamaan di Jawa lebih sulit dan berat, bisa dikatakan bahwa merubah jawa tidak semudah mendakwahkan islam di daerah lain, sehingga konsentrasi dewan dakwah wali sanga lebih di pulau Jawa.

Kendala selanjutnya setelah diterima secara umum agama islam di Jawa, adalah munculnya sekte syiah batiniyah yang dibawa Syaikh Lemah Bang (Siti Jenar dari Persia), yang oleh orang jawa yang masih fanatik dengan agama lama, dijadikan ikon perlawanan pada kemapanan kerajaan islam demak bintoro yang menerapkan syariat islam, meskipun dalam perjalanannya dakwah Siti Jenar dapat dipadamkan dan dihukum mati atas kesesatannya.

Inilah awal dari gerakan bawah tanah orang-orang yang benci pada islam, untuk membuat opini buruk, terlebih mereka yang karena takut masuk islam secara fisik. Moment itu datang, Hadiwijaya (Joko Tingkir) menjadi raja pajang setelah membunuh pewaris sah demak, Haryo Penangsang, dan ia dikenal sebagai pengikut setia Siti Jenar. Contoh kebencian Joko Tingkir dan bapak asuhnya, dikisahkan ia memiliki dua asu (anjing) yang selalu dipukuli, dan diberi nama ngabu bakar (Abu Bakar) dan ngumar (Umar).

Setelah jadi raja, semua adat jahiliyah yang dihapus dizaman demak, dihidupkan lagi dizaman pajang, sampai masa mataram dan masa pecahnya mataram menjadi empat kerajaan dizaman pangeran Samber Nyowo (Hamengku Buwono 1) dari Jogja. Dilanjutkan dizaman mataram, dibasis matraman (dari Jogja, Kediri, Ponorogo dan Madiun) yang kejawennya kuat, meskipun secara fisik mereka islam, banyak menyebar tulisan-tulisan gelap yang melecehkan islam, seumpama Gatholoco, Dharmo Gandul, kisah Panji dan juga Noyo Gengong dan DamarJiwanya  Wulan, serta Sabdo Palon, dan semisal yang inti isinya adalah penyesalan mendalam runtuhnya majapahit dan menangisi lenyapnya ajaran agama asli dan juga dendam kesumat pada islam yang dituduh sebagai biang keladi semua itu.

Diantara isinya yang membenci islam, sebagai bukti puncak kemarahan pada islam meskipun secara lahir mereka mengaku islam karena mengikuti arus besar, tertulis sebuah ancaman, "tunggu satu saat, sampai berubahnya zaman, dimana kita akan kembali merubah kemapanan islam, dan kita merubah hukum seperti dizaman majapahit, untuk kembali makan babi dan meminum minuman keras".

Disusul bermunculannya aliran-aliran lokal yang menawarkan ilmu sejati yang berbasis agama lokal dan berbau hindu budha. Contoh, aliran parmalin di Sumatera, ilmu sejati di Madiun, sumarah di Jogja, prasuh di Gunung Kidul, hardopuroso di Purworejo, sapto darmo dari Kediri dan berkembang di Madiun dan Jogja (untuk agama sapto darmo kami buat sampel, karena penelitian kami selama ini pada aliran ini), agama sunda wiwitan dan agama-agama lokal yang berjumlah tidak kurang 500 agama lokal. Salah satu contoh (sampel) agama sapto darmo, yang didirikan seorang pencukur rambut dari Kediri tahun 1952 oleh Harjosapura yang mentasbihkan diri sebagai penuntun agung, yang mengaku dapat wahyu pada 27 Desember 1952 di Pare Kediri, dan disebut kitab Pewarah sapto darmo, yang intinya ada tujuh kewajiban dan ikon (sesanti) neng endi bae marang sapa bae, warga sapto darmo kudu sumunar koyo baskoro (dimana saja, dengan siapa saja, warga sapto darmo wajib bersinar laksana matahari), dan wajib menjalankan tujuh ajaran suci/sapto darmo.

Bila dilihat, ajaran-ajaran seluruh aliran sempalan berbasis kejawen, terdapat hal yang sama: membenci islam, mengacak-acak islam dengan dicampur ajaran lain, dan mengaku masih menerima Muhammad sebagai Nabi tapi menolak syariat islam diganti ajaran agama asli jawa.

Kita kembali kemasa mataram islam, awal kolonial barat yang sadis, dan didasari ekspoitasi daerah jajahan dan meneruskan perang salib dan menebar kebencian pada islam. Karena merasa kalah, maka para raja menyerahkan kedaulatan wilayahnya dengan berbagai perjanjian di bawah perlindungan penjajah dan tunduk padanya. Dizaman penjajahan, barat menunjukkan kebengisan dan bencinya mereka pada islam. Membuat daerah-daerah basis kristen, umpama di Manado, Minahasa, Batak, Jombang, Malang, Kediri, dan Bandung, serta Magelang, untuk menyaingi islam. Tidak hanya itu, mereka membiayai semua riset untuk menghidupkan budaya jawa hindu budha, contoh pemugaran candi, dan membiayai penulis anti islam semacam Kyai Tungul Wulung (murtad dari islam dan menulis cerita Sabdo Palon) dan orang semisal mereka, intinya memutus kaum muslimin dan agamanya dengan menonjolkan hiduisme.

Sebelum kemerdekaan dan juga setelah merdeka, menjamur group-group nasionalisme berbasis adat dan benci pada islam, seumpama Budi Utomo, dan juga Jong Jawa. Dan banyak kalangan didikan belanda berbasis kejawen yang nantinya setelah merdeka, dicalonkan belanda menduduki posisi pemerintah penganti, mengantikan posisi santri sebagai pejuang yang eksis sebagai pejuang melawan penjajah selama ini. Setelah kemerdekaan, posisi pemeritahan didominasi para didikan belanda dan priyayi anti islam, semua ikon negara, dan juga istilah-istilah diganti menjadi hinduisme dari sebelumnya berbau islam.

🔰 @Manhaj_salaf1

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram     : http://t.me/Manhaj_salaf1
📱 Whatshapp  : 089665842579
🌐 Web              : dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram    : bit.ly/Akhwat_Sallafiyah
🇫 Fanspage      : fb.me/DakwahManhajSalaf1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Apakah Islam Mayoritas Di Indonesia? (Bagian 1)"