Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Shalawatan Di Masjid Atau Mushalah Setelah Adzan Dengan Suara Keras Saat Menunggu Iqamah







Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah

Di sebagian besar masjid di Indonesia pada khususnya biasanya setelah adzan maka sambil menunggu iqamah, mereka melantunkan berbagai model shalawat dengan suara keras bahkan memakai pengeras suara. Biasanya hal ini diistilahkan shalawatan. Bahkan sekarang kadang bernyanyi lir-ilir, bahkan ada yang nada shalawatannya sengaja ngikuti irama lagu dangdut. Allahul musta’an.

Sudah hampir pasti saat itu bahkan ada orang yang sedang shalat sunnah tahiyyatul masjid atau lainnya. Maka apakah ini dibenarkan?

Mari kita perhatikan hadits berikut dari Abu Sa’id Al Hudri radhiallahu ‘anhu mengisahkan:

اعْتَكَفَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي الْمَسْجِدِ ، فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ ، فَكَشَفَ السِّتْرَ ، وَقَالَ: أَلاَ إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ ، فَلاَ يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ، وَلاَ يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ ، أَوْ قَالَ: فِي الصَّلاَةِ.

"Saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di masjid, beliau mendengar para Shahabat beliau mengeraskan membaca Al-Quran. Lalu beliau membuka kain penutup dan bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya masing-masing kalian ini sedang bermunajat kepada tuhannya. Maka janganlah kalian saling mengganggu, jangan saling meninggikan (mengeraskan) bacaan (Al-Quran) atau dalam shalat." [HR. Abu Dawud no.1332, Ibnu Khuzaimah no.1100 dan Ahmad no. 12219. Kata Al Albani rahimahullah dalam Shahih Abi Dawud 1332: Shahih, hadits hampir sama di atas juga diriwayatkan dari jalur Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, diriwayatkan oleh Ahmad 5349 dan kata pentahqiqnya, yakni Syaikh Ahmad Syaakir rahimaullah VII:188: Hasan]

Adakah bacaan yang lebih utama daripada Al-Quran?

Nah jika membaca Al-Quran yang padahal Al-Quran adalah sebaik-baiknya bacaan dengan keras padahal disitu ada orang lain yang sedang membaca Al-Quran saja dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka:

Pertama, bagaimana jika orang yang membaca ayat Al-Quran dengan keras sementara di situ ada orang yang sedang shalat?

Kedua, dan bagaimana lagi jika membaca shalawat (yang tentu kedudukannya di bawah membaca ayat Al-Quran) dengan keras dimana disitu sedang ada orang yang sedang shalat sunnah?

Ketiga, dan bagaimana lagi jika jenis bacaan shalawatnya bid'ah yang didengarkan dengan nada dangdutan pakai speaker lagi dan disitu ada orang yang sedang shalat sunnah?

Ini apa-apaan? Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah…

Apa yang akan dilakukan Nabi kita shalallahu 'alaihi wa sallam jika melihat umatnya hari ini bukan lagi sekedar membaca ayat Al-Quran, tapi bahkan mendengarkan lagu lir-ilir di masjid atau shalawatan bid'iyyah yang digaya dangdutan padahal di disitu ada banyak yang sedang shalat sunnah? Sungguh kacau, kacau dan kacau. Demi Allah bahkan hal ini bisa menjadi haram.

Perhatikan fatwa Ulama besar Madzhab syafi'i berikut:

Ibnu Hajar Al Haitsami As Syafi'i rahimahullah berkata:

وَالْجَهْرُ بِحَضْرَةِ نَحْوِ مُصَلٍّ أو نَائِمٍ مَكْرُوهٌ كما في الْمَجْمُوعِ وَغَيْرِهِ وَلَعَلَّهُ حَيْثُ لم يَشْتَدَّ الْأَذَى وَإِلَّا فَيَنْبَغِي تَحْرِيمُهُ

"Dan membaca dengan keras (ayat Al-Quran) tatkala ada di sampingnya orang yang sedang shalat atau yang sedang tidur, maka hukumnya makruh, sebagaimana hal ini terdapat dalam Kitab Al Majmu’ dan lainnya. Dan *hukum makruh ini jika gangguan tidak terlampau keras. Namun bila bacaan (Al-Qur'an yang ia baca di sisi orang yang sedang shalat atau tidur itu) parah maka yang lebih tepat hukumnya adalah haram." (Al Fatawa Al Fiqhiyah al Kubra I:157-158)

Sementara rekan semadzhabnya yang lain, yakni Imam Al Maibari Al Fanani As Syafi'i rahimahullah tokoh Madzhab Syafi'i yang di indonesia sangat dikenal yakni penyusun kitab Fathul  Mu'in kala berbicara masalah sunnahnya membaca surat Al-Kahfi pada malam dan hari jum'at, maka beliau berkata:

يُكرَهُ الجهرُ بقراءةِ "الكهف" وغيره إن حصل به تَأَذٍّ لِمُصَلٍّ أو نائم كما صرّح النووي في كتبه وقال شيخنا في شرح العباب: ينبغي حُرْمَةَ الجهرِ بالقراءة في المسجدِ. وحُمِلَ كلامُ النوويّ بالكراهة: على ما إذا خَفَّ التأذّي، وعلى كون القراءة في غير المسجدِ

"Makruh membaca surat Al-Kahfi atau lainnya dengan suara keras bila hal itu dapat mengganggu orang yang sedang shalat atau sedang tidur, sebagaimana penjelasan Imam Nawawi rahimahullah dalam berbagai kitabnya. Guru kami dalam Syarah al Ubab (bahkan) menandaskan: "Sepatutnya mengeraskan suara bacaan Al-Quran tersebut itu haram bila dilakukan di masjid." Dan beliau (gurunya Imam al Maibari rahimahullah) menakwilkan perkataan Imam Nawawi rahimahullah yang hanya menghukumkan makruh itu sebagai jika membacanya tak terlalu keras dan jika membaca ayat Al-Quran tersebut bukan di masjid." (Fathul Mu’in I:467)

Bagaimana jika Imam Al Haitsami, Al Maibari, serta tokoh Ulama ahli hadits dan fiqh lainnya rahimahumullah, khususnya dari Madzhab Syafi'i, saat ini melihat fenomena membaca shalawatan bid'iyyah yang di irama dangdutkan di masjid dan dengan menggunakan speaker dan yang melantunkan ibu-ibu lagi dan mendakwakan pengikut Madzhab Syafi'i.

Entah, bagaimana bisa sampai begini?

Semoga Allah meluruskan segala penyimpangan ini ke jalan yang benar. Aamiin.

Walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiiin, wa shallallahu ‘alaa Muhammadin.

🔰 @Manhaj_salaf1

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram     : http://t.me/Manhaj_salaf1
📱 Whatshapp  : 089665842579
🌐 Web              : dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram    : bit.ly/ittibarasul1
🇫 Fanspage      : fb.me/ittibarasul1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

5 komentar untuk "Hukum Shalawatan Di Masjid Atau Mushalah Setelah Adzan Dengan Suara Keras Saat Menunggu Iqamah"

  1. Afwan, Mohon di cek lagi tulisannya karena banyak kata-kata yang rancu di dalamnya...

    BalasHapus
  2. Kalau saya samgat setuju dan yakin pendapat di atas benar tetapi praktek di masyarakat yang penting meriah. Nauzubillah.

    BalasHapus
  3. "Sepenting apa dan sehebat apa ibadah kita sehingga tidak peduli dengan ibadah orang lain?"
    Itu kalimat yang saya gunakan pada mereka, tapi mereka tetap kukuh dengan alasan syiar-nya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Syiar kok berlawanan dengan tuntunan Rosulullah Muhammad SAW

      Hapus

Berkomentarlah dengan bijak