Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Benarkah Keyakinan Kedua Orangtua Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Mati Kafir Adalah Hanya Sekedar Faham Wahabi?






Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah

Diantara perkara viral saat ini yang dilontarkan para tukang syubhat yang menjijikkan untuk menjauhkan dari sunnah adalah ocehan mereka yang menyebutkan bahwa keyakinan ayah dan ibunda Nabi shallallahu ‘alaihi wa saallam mati dalam keadaan kafir sekan merupakan hanya produk ajaran wahabi.

Bahkan kemudian untuk menggiring kebusukan syubhatnya, mereka menghubungkan bahwa keyakinan semacam ini menunjukkan golongan wahabi membenci keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tak diragukan, semua pernyataan ini adalah dagangan murahan ahlul bid'ah dan syubhat yang memang dikenal hobinya mengaburkan masalah dan menutup mata terhadap hadits-hadits shahih, bahkan menutup mata atas perkataan para Ulama Ahlussunnah.

Anehnya, sudah perbuatannya licik, mereka tanpa malu-malu seakan berdiri di barisan paling Ahlussunnah wal Jama'ah dan paling cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Wallahi, Adakah pantas mereka yang suka menolak sunnah justru mengklaim Ahlussunnah, sementara yang mengikuti sunnah digelari ajaran wahabi.

Akrobatik apa yang sebenarnya sedang mereka mainkan?

Kepada Allah kita mengadukan kekejian dari hawa nafsu.

Nah, agar masalah ini jelas, maka pada tulisan kali ini ana ingin menulis tentang perkara yang terkait benarkah kedua orang tua Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mati dalam keadaan kafir?

Jika benar, maka apakah ini semua didukung nash shahih dan perkataan Ulama atau hanya produk wahabi?

Juga jika perkara ini benar, maka apakah berkeyakinan ini berarti benci kepada keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Inilah sejumlah perkara yang ingin ana ungkapkan, insya Allah.

Maka dengan memohon pertolongan kepada Allah ana ingin tegaskan bahwasanya keyakinan kedua orangtua Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mati dalam keadaan kafir bukanlah produk wahabi tetapi ini didukung oleh banyak hadits shahih -bahkan diperkuat ayat Quran- bahkan ini adalah keyakinan sebagian besar -kalau tak boleh dikatakan hampir Ijma- para Ulama Ahlussunnah.

Berikut sebagian dalilnya

Dalil Pertama, Allah Ta’ala berfirman:

مَا كَانَ لِلنّبِيّ وَالّذِينَ آمَنُوَاْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوَاْ أُوْلِي قُرْبَىَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيّنَ لَهُمْ أَنّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam”. (QS. At-Taubah: 113)

Saat menjelaskan Asbabun Nuzul ( sebab-sebab) turunnya ayat di atas, maka diantaranya Ibnu Katsir rahimahullah mengutip apa yang disandarkan pada Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu, di mana Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu menyatakan:

فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَادَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لِأُمِّهِ، فَنَهَاهُ اللَّهُ عَنْ ذَلِكَ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berniat untuk memintakan ampun bagi ibunya (yang dalam keadaan musyrik -pent), maka Allah mencegah hal itu (dengan ayat di atas -pent).“ (Tafsir Ibni Katsir IV:224)

Penafsiran di atas didukung oleh banyak hadits shahih sebagaimana akan ana sebutkan sebentar lagi, insya Allah.

Jika demikian, maka tanyakan kepada mereka ahlul syubhat, apakah Ibnu Abas radhiallahu ‘anhu juga Ibnu Katsir rahimahullah yang membawakan kisah ini termasuk wahabi, karena berarti mereka juga menetapkan matinya orangtua Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan kafir?

Dalil kedua, Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu mengisahkan:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ

“(Suatu ketika) ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Ya Rasulullah, dimanakah tempat ayahku (yang telah wafat -pent) berada?“ Beliau menjawab: “Di neraka.” Saat si penanya tersebut beranjak pergi, maka beliau memanggilnya seraya berkata: “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu (sama-sama) berada di neraka.“ [HSR. Muslim no. 203, Abu Dawud no. 4718 dan lain-lain]

Syaikh bin Baaz rahimahullah saat menjelaskan hadits di atas berkata:

والنبي صلى الله عليه وسلم حينما قال : ( إن أبي وأباك في النار ) قاله عن علم ، فهو عليه الصلاة والسلام لا ينطق عن الهوى ، كما قال الله سبحانه وتعالى: ( وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى ) النجم/1-4... 

"Saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan: “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu (sama-sama) di neraka“, beliau mengucapkannya atas dasar ilmu, karena beliau tidak mengucapkan sesuatu dari hawa nafsunya, sebagaimana Firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).“ (QS. An-Najm: 1-4)". https://islamqa.info/ar/answers/47170/

Juga perhatikanlah, hadits di atas sampai-sampai diriwayatkan pula oleh Imam Muslim dalam Shahihnya.

Pertanyaannya: Apakah para ahlul syubhat akan merobek-robek hadits tersebut karena menganggap jangan-jangan hadits itu adalah produk wahabi dan jangan-jangan Imam Muslim rahimahullah itu juga wahabi atau bagaimana?

Dalil ketiga, Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لِأُمِّي فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي

”Aku telah memohon ijin Tuhanku agar berkenan mengampuni ibuku (yang telah mati dalam keadaan musyrik -pent), tetapi ia (Allah) tak mengizinkanku. Hanya saja Dia (Allah Ta’ala) mengizinkanku untuk (sekedar) menziarahi kuburnya". [HSR. Muslim no. 976, Abu Dawud no. 3234 dan lain-lain]

Perhatikan, hadits di atas adalah hadits yang amat jelas, nyaris tak membutuhkan pena'wilan lagi bahwa ibu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun dinyatakan mati dalam keadaan musyrik.

Syamsul Haq ’Adhim ’Abadi rahimahullah menjelaskan hadits di atas berkata:

فلم يأذن لي :‏‏ لأنها كافرة والاستغفار للكافرين لا يجوز

”Sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam: ”tetapi dia (Allah Ta'ala) tak mengizinkanku adalah dikarenakan Amina (ibunda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) seorang wanita yang kafir, sementara memintakan ampun terhadap orang yang kafir adalah tidak diperbolehkan.” (Aunul Ma’bud IX:57)

Jadi yang menegaskan ayah dan ibunda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mati musyrik itu adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan produk wahabi, bukan produk Al Albani rahimahullah, apalagi misal sekedar perkataan Ustadz Firanda dan sebagainya.

Fatwa Beberapa Ulama Ahlussunnah Terkait Masalah Ini


1) Imam Abu Hanifah rahimahullah, beliau menandaskan:

ووالدا رسول الله مات على الكفر

”Dan kedua orangtua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam mati dalam keadaan kafir". (Tahqiq al Qowlu fi Haqqi Abawa ar Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Dr. Amin Muhammad Salaam, hal.243)

Pertanyaannya: Apakah Abu Hanifah rahimahullah juga wahabi? Yang bener aja.

2) Imam Nawawi rahimahullah (Ulama besar Madzhab Syafi’i) saat menjelaskan hadits "Ayahku dan ayahmu ada di neraka". maka beliau diantaranya menyatakan:

أَنَّ مَنْ مَاتَ عَلَى الْكُفْر فَهُوَ فِي النَّار , وَلا تَنْفَعهُ قَرَابَة الْمُقَرَّبِينَ ...

“(Dari hadits tersebut terdapat suatu pelajaran -pent) bahwasanya barangsiapa yang mati dalam keadaan kafir maka ia berada dalam neraka dan tidaklah bermanfaat kedekatannya dengan orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah." (Syarah Shahih Muslim III:79)

Pertanyaannya: Apakah Imam Nawawi rahimahullah juga Wahabi?

3) Al-’Allamah ’Ali bin Muhammad Sulthan Al-Qaari telah menukil adanya Ijma’ tentang kafirnya kedua orangtua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dengan perkataannya:

وأما الإجماع فقد اتفق السلف والخلف من الصحابة والتابعين والأئمة الأربعة وسائر المجتهدين على ذلك من غير إظهار خلاف لما هنالك والخلاف من اللاحق لا يقدح في الإجماع السابق سواء يكون من جنس المخالف أو صنف الموافق

”Adapun Ijma’, maka sesungguhnya Ulama Salaf dan Kholaf dari kalangan Shahabat -radhiallahu ‘amhum-, tabi'in, Imam yang empat dan seluruh Ahli Ijtihad -rahimahumullah- yang keseluruhannya telah menetapkan akan hal tersebut (mati kafirnya kedua orangtua Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) tanpa adanya khilaf lagi. Kalaupun terdapat adanya khilaf setelah adanya Ijma’, maka tak mengurangi esensi Ijma' yang terjadi sebelumnya". (Adilltaul-Mu’taqad Abi Hanifah, hal. 84)

Pertanyaannya: Apakah seluruh Shahabat, tabi’in, empat Imam dan yang lain yang disebut tersebut adalah wahabi, sementara yang suka jual jimat dan rajah adalah Ahlussunnah?
Allahu musta’aan ...

Dan sebenarnya munculnya perbedaan pendapat atas masalah ini diduga kuat baru pada sebagian Ulama masa muta’akhirin saja, Adapun pada masa salaf (terdahulu) maka tak diketahui adanya perbedaan Ulama dalam masalah itu, sebagaimana hal ini disebutkan dalam situs yang diasuh oleh Syaikh Munajjid berikut:

لا نعلم أحدا من أهل العلم خالف في أن أبوي النبي صلى الله عليه وسلم ماتا على الكفر وأنهما في النار إلا بعض المتأخرين ، أما المتقدمون : فلا يعرف خلاف بينهم في ذلك .

“Kami tidak mengetahui seorangpun Ulama yang menyelisihi (keyakinan) bahwa kedua orangtua Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mati dalam kekafiran dan keduanya masuk neraka, keduali (hal itu baru muncul -pent) pada sebagian Ulama muta'akhirin (saja), adapun Ulama terdahulu maka tak diketahui ada perbedaan pendapat dalam masalah ini". https://islamqa.info/ar/answers/220100/

Sungguh ingin rasanya ana menukilkan puluhan pendapat Ulama Ahlussunnah lainnya dalam masalah ini yang hampir keseluruhannya menunjukkan kesepakatan mereka bahwa kedua orang tua Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mati dalam keadaan kafir.

Namun karena khawatir terlalu panjang maka sementaraana cukupkan sampai di sini dulu penjelasannya.

Syubhat Terbesar Yang Mengingkari Masalah Ini dan Jawaban Atasnya


Sebenarnya ada beberapa syubhat yang dilontarkan oleh mereka yang menolak masalah ini. Namun untuk sementara mengingat waktu dan tempat ana sebutkan satu saja.

Syubhat, mereka berkata, sungguh kejam dan tak memiliki hati orang yang meyakini kedua orangtua Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu Ahlun Naar.

Jawaban Atas Syubhat di Atas


Jawabannya bisa ditinjau dari beberapa sisi:

1) Agama itu harus didasarkan pada nash dan bukan semata-mata perasaan.

2) Jika anggapan mereka itu benar, maka pada dasarnya tuduhan mereka itu pertama ditujukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliaulah yang menetapkan sendiri akan hal ini sebagaimana dalilnya telah ana sebutkan di atas.

Apakah mereka berani mengatakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah si raja tega karena berani menyatakan kedua orangtuanya sendiri adalah ahlun naar?

Alangkah bagusnya apa yang dikatakan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah ketika menyanggah mereka yang menolak hadits ini dengan hanya beralasan perasaan, dengan berkata: "Menurut hemat saya, pengingkaran atas hal ini pada hakekatnya jelas terarahkan juga pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah mengabarkan hal ini atau sekurang-kurangnya tuduhan ini juga diarahkan kepada para Imam yang telah meriwayatkan hadits tersebut dan menshahihkannya. Jelas ini (jika demikian) merupakan pintu kefasikan dan kekufuran yang nyata, karena hal ini berdampak meragukan kaum muslimin terhadap agama mereka. Sebab tiada ada jalan untuk mengenal dan memahami agama ini kecuali dari jalur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana tidak samar bagi setiap muslim." (Lihat pada Silsilah Shahihah dalam penjelasan hadits no. 2592)

Allahul musta’aan ...

3) Apa pendapat mereka tentang Firman Allah yang menunjukkan ayah Nabi Ibrahim ‘alaihi shalaatu wa sallam juga mati dalam keadaan kafir?

Apakah mereka menerima atau menolak?

Jika menolak, maka kafirlah siapa yang mengingkari ayat Quran.

Jika menerima, maka pertanyaannya: mengapa kalian menerima kisah ayahanda Nabi Ibrahim ‘alaihi shalaatu wa sallam namun tidak menerima kisah kafirnya kedua orangtua Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Jika perasaan yang dijadikan dalil, mestinya kalian juga menolak ayat Quran yang menceritakan ayah Nabi Ibrahim ‘alaihi shalaatu wa sallam itu mati kafir.

Sungguh aneh cara berfikirnya kalian hai ahlul syubhat.

Walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin, wa shallallahu ‘alaa Muhammadin ...

🔰 @Manhaj_salaf1

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram     : http://t.me/Manhaj_salaf1
📱 Whatshapp  : 089665842579
🌐 Web              : dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram    : bit.ly/ittibrasul1
🇫 Fanspage      : fb.me/ittibrasul1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

5 komentar untuk "Benarkah Keyakinan Kedua Orangtua Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Mati Kafir Adalah Hanya Sekedar Faham Wahabi?"

  1. Assalamualaikum, mau bergabung di grup wa

    BalasHapus
  2. Kalau mau gabung, bisa chat dinomer yang tercantum diartikelnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Melihat nama-2 keluarga Rasululullah dan hampir semua nama-2 orang Quraisy masa itu bernafaskan Islam ,
      bagaimana ya Ustadz , seperti

      Abdullah , ayahnya Rasulullah
      Aminah ibunya Rasulullah
      Abdul Muthalib , kakeknya Rasululullah
      Dan banyak nama lain kaum Quraisy jahiliah yg bernamakan nama-2 yg kita jumpai dalam kitabullah Al-Qur'an

      Mohon pencerahannya
      Jazaakallahu Khairan ya ikhwanifillah

      Hapus
  3. ingin gabung di grup wa nomer ana 085649817169

    BalasHapus
  4. Melihat nama-2 keluarga Rasululullah dan hampir semua nama-2 orang Quraisy masa itu bernafaskan Islam ,
    bagaimana ya Ustadz , seperti

    Abdullah , ayahnya Rasulullah
    Aminah ibunya Rasulullah
    Abdul Muthalib , kakeknya Rasululullah
    Dan banyak nama lain kaum Quraisy jahiliah yg bernamakan nama-2 yg kita jumpai dalam kitabullah Al-Qur'an

    Mohon pencerahannya
    Jazaakallahu Khairan ya ikhwanifillah

    BalasHapus

Berkomentarlah dengan bijak