Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Syubhat Dalam Masalah Ijtihad




Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah

Penjelasan untuk para ahli syubhat dari kalangan ahli taqlid yang menyangka, kalau kita menetapkan bid'ahnya suatu masalah yang oleh sebagian Ulama dianggap sunnah, maka berarti kita menuduh Ulama itu sebagai ahlul bid'ah. Ini termasuk syubhat paling besar dan bahkan dapat dikatakan sebagai pembodohan yang banyak meracuni kaum muslimin dewasa ini.

Mereka menyangka bahwa hasil semua ijtihad itu semuanya benar dan tidak boleh dinyatakan salah. Lebih dari itu, mereka bila melihat orang yang walau dengan disertai dalil yang shahih lagi sharih (jelas) menyatakan kelirunya pemahaman atau hasil ijtihadnya orang yang selama ini mereka taqlidi segara mereka berkata: "Orang ini lancang, berani menyalahkan imam fulan atau ustadz fulan yang terkenal atau kamu ini anak bau kencur, sudah berani menyalahkan imam kami atau kalimat yang senada dengan ini".

Mereka tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ

"Bila seorang hakim menetapkan hukum dan berijtihad, lantas ijtihadnya benar, maka ia berhak mendapatkan dua pahala, sementara bila ijtihadnya salah dia hanya mendapat satu pahala". [HSR. Bukhari no.4121 Muslim no.1768 dan lain-lain]

Hadits shahih di atas sangat banyak memiliki faidah.

Untuk memudahkannya kami akan susun dalam bentuk soal-jawab berdasarkan hadits tersebut sebagai berikut:

Pertanyaan pertama: Apakah semua hasil ijtihad itu benar dan tidak ada yang salah ?

Jawaban atas pertanyaan pertama: Tidak !! Jelas zhahir hadits itu menunjukkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ

“Sementara bila ijtihadnya salah…“

Ini menunjukkan bahwa tidak semua mujtahid dan hasil ijtihadnya itu benar.

Pertanyaan kedua: Apakah Mujtahid yang salah dalam Ijtihadnya itu Berdosa ?

Jawaban atas pertanyaan kedua: Dalam hadits shahih di atas pun jelas disebutkan adanya perbedaan nilai pahala bagi mujtahid yang hasil ijtihadnya benar dan mujtahid yang hasil ijtihadnya salah. Untuk mujtahid yang hasil ijtihadnya benar dia dapat dua pahala. Pahala apa saja ? Satu pahala untuk usahanya yang sungguh-sungguh menggali nilai agama. Satu Pahala lagi untuk hasil ijtihadnya yang mencocoki kebenaran.

Sementara mujtahid yang salah hanya dapat satu pahala. Pahala apa ? Pahala usahanya yang sungguh-sungguh menggali nilai-nilai hukum yang masih samar walau ternyata dia salah. Tetapi tetap kesalahannya tidak diberi pahala, maka dia hanya dapat satu pahala. Coba antum lihat penjelasan Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah Syarah Kasyfus Syubuhaat hal.182.

Catatan penting dari Syaikh Al Albani rahimahullah atas masalah ini:

إذا كان المسلم يبتغي وجه الله عز وجل في كل ما يدين الله به، ويعتقد فيه لكنه أخطأ الصواب فلا شك أن الله عز وجل يغفر له خطأه ، بل ويأجره أجرا واحدا . هذا الذي ندين الله به ، ونفتي به دائما وأبدا.

"Bila seorang Islam (berupaya melakukan ijtihad -pent) dalam hal-hal yang tekait dengan agama Allah, dengan benar-benar ia melakukannya karena mengharapkan wajah Allah, lantas ia beri’tiqad didalamnya (berdasarkan ijtihadnya itu), namun kemudian ternyata ia menyelisihi kebenaran (dalam hasil ijtihadnya itu), maka tidak diragukan lagi sesungguhnya Allah mema'afkan kesalahannya, bahkan Allah tetap akan membalasnya dengan memberikan satu pahala baginya. Dengan keyakinan inilah aku beragama dan aku memfatwakan ini selama-lamanya." https://www.sahab.net/forums/index.php?app=forums&module=forums&controller=topic&id=145988

Antum tahu Syaikh Al Albani rahimahullah menyatakan bid'ahnya bersedekap kembali setelah i'tidal. Sementara Syaikh bin Baaz rahimahullah menyatakan itu adalah sunnah. Apa antum lagi mengira Syaikh Al Albani rahimahullah menuduh Syaikh bin Baaz rahimahullah sebagai Ahlul bid'ah ?!!

Jadi, lihatlah kembali perkataan Syaikh Al Albani rahimahullah di atas, dimana beliau berkata: “Sampaipun jika mujtahid ada keliru dalam bidang Aqidah tapi kekeliruannya itu benar-benar bukan dari fanatisme atau hawa nafsunya tetaplah ia di maafkan". Maka bagaimanakah lagi dalam urusan Fiqh.

Namun sayang, orang-orang yang jahil yang tidak tahu kaidah ini justru sering memprovokasi kalau kita memilih menyatakan suatu perkara sebagai bid'ah, langsung dia mulai memprovokasi dengan seolah-olah kita tidak menghargai Ulama yang mungkin punya pendapat sebaliknya.

Dengan membabi buta dia memposisikan seakan orang paling toleran, sayangnya di atas kejahilan. Dia tidak mengerti bagaimana kaidah Ulama dalam menetapkan masalah ini.

Dia tidak mengerti bukan berarti kalau kita menetapkan sesuatu itu bid'ah, lalu kita menganggap Ulama yang menetapkan sebagai sunnah itu jadi ahlul bid'ah atau ahli Neraka. Dia pun pura-pura tidak mengerti atau memang jahil beneran bahwa bila kita menetapkan sesuatu sebagai bid'ah, bukan berarti kita tidak tahu ada yang menyatakannya sebagai sunnah.

Yang aneh tiba-tiba ada syarat menetapkan mestinya disebutkan juga Ulama yang menyatakan itu sunnah. Andai saja orang semacam ini mau menelaah kitab-kitab fiqh dan sebagainya, niscaya dia tidak perlu bicara seperti ini. Tidakkah dia pernah membaca Kitab Qomus al Bida’ya karya Syaikh Al Albani rahimahullah yang di dalamnya berisikan ratusan atau bahkan mungkin ribuan bid’ah yang sebagian perkara yang beliau bid’ahkan itu ternyata disunnahkan oleh sebagian Ulama. Tapi beliau dalam kitab tersebut tidak menyebutkan pihak Ulama yang menyunnahhkannya dan langsung menyatakan itu bid'ah.

Apakah mereka tidak juga membaca Kitab Karya Syaikh ‘Abdus Salam al Khodr yang berjudul As Sunannu Mubtada'atu yang dalam kitab tersebut beliau nyaris hanya ringkas saja mengatakan ini sunnah dan ini bid’ah tanpa berpanjang lebar beliau mengomentari orang/Ulama yang berpendapat beda dengan beliau. Kalau mau ingin rasanya ana sebutkan contoh-contoh realnya. Apakah berarti para Ulama ini juga tidak tahu metode penulisan ilmiyyah.

Kalau sudah dijawab begini mereka cari jalan lain yang bukan substansial. Memang aneh zaman sekarang ini orang yang tidak tahu menjadi hakim atas orang yang lebih tahu, bicaralah sesuai dengan kapasitas ilmu. Allahul Musta’an.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

🔰 Manhaj_salaf1

•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•

Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF

📮 Telegram: http://t.me/Manhaj_salaf1
🎥 Youtube: http://youtube.com/ittibarasul1
📱 Group WhatsApp: wa.me/62895383230460
📧 Twitter: http://twitter.com/ittibarasul1
🌐 Web: dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram: http://Instagram.com/ittibarasul1
🇫 Facebook: http://fb.me/ittibarasul1

Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.

Posting Komentar untuk "Syubhat Dalam Masalah Ijtihad"